Oleh: Raihana Hazimah
Linimasanews.com—Ramai beredar berita di media massa, Wapres Ma’ruf Amin meminta masyarakat, terutama anak muda untuk tidak menunda menikah. Ada apa gerangan?
Ternyata pernyataan tersebut tercetus setelah munculnya data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), tentang pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode 2020–2050. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk produktif di Indonesia akan semakin berkurang setiap tahunnya. Karena jumlah penduduk usia muda berkurang, sedangkan jumlah usia tua justru bertambah (bisnis.com, 16/05/2023).
Untuk itulah, Wapres menganjurkan masyarakat untuk jangan menunda nikah, sebagai upaya menyeimbangkan. Namun, hal berbeda disampaikan oleh Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Tavip Agus Rayanto. Ia justru mengaitkan perkiraan laju penurunan penduduk tersebut dengan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Menurutnya, hal ini justru menandakan, semakin banyak warga yang melakukan perencanaan matang sebelum menikah (health.detik.com, 17/05/2023).
Sungguh kontradiktif. Padahal nyata bahwa ini sudah menjadi alarm bahaya bagi negeri ini. Apalagi di dunia pun sedang terjadi kecemasan terhadap adanya penurunan jumlah penduduk (depopulasi) di banyak negara. Termasuk di Asia, seperti di Jepang, Korea, China dan beberapa negara Uni Eropa (kompas.id, 05/05/2023).
Tentu bukan tanpa sebab, jika kita melihat ini sebagai efek rusak/buruk yang mulai makin nampak dan bisa menjadi cikal bakal tragedi bagi populasi manusia, akibat dari berlakunya sistem kapitalisme sekularisme yang memunculkan banyaknya pemahaman rusak di tengah masyarakat. Mulai dari maraknya prinsip childfree (tidak mau punya anak) dan no married (tidak mau menikah), kaum seks menyimpang (LGBT) yang justru dilindungi dan dibela, feminisme yang senantiasa mendorong kesetaraan gender hingga meminggirkan fitrah mulia perempuan sebagai pencetak & pendidik generasi terbaik, yang bergeser menjadi penggerak produksi dan ekonomi.
Termasuk juga paham liberalisme yang menjadikan manusia berbuat sesuai kehendaknya tanpa mau diatur oleh aturan yang justru terbaik untuknya yang berasal dari Dzat Yang Maha Menciptakannya. Ditambah pemahaman materialistis ala kapitalisme menjadikan manusia hanya dianggap sebatas faktor produksi. Meski manusia didorong sedemikian keras untuk meningkatkan angka kelahiran, tujuannya hanya untuk menggenjot produksi saja, bukan ditujukan demi kemuliaan dari peradaban manusia itu sendiri.
Lantas ketika muncul problem dalam kehidupan, seperti tingginya pengangguran, kesulitan ketersediaan air, bahan pangan, lahan tempat tinggal, masalah-masalah lingkungan, dan sebagainya, kembali populasi dijadikan kambing hitam. Padahal akar masalahnya justru karena pengaturan yang buruk dari sistem Kapitalisme itu sendiri.
Jika ini terus dibiarkan, maka bisa berdampak buruk terhadap masa depan dan generasi manusia. Kita butuh solusi terbaik untuk menyelesaikan ancaman populasi dan segala kerusakan yang terjadi akibat penerapan sistem bathil ala Barat (kapitalisme) ini. Solusi tersebut sejatinya telah ada di tengah-tengah kita sejak manusia diturunkan di muka bumi, namun dilupakan dan dipinggirkan.
Ada sistem kehidupan yang begitu sempurna dan terbaik yang telah diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu sistem Islam. Islam memiliki cara pandang yang sangat berbeda dengan sistem hidup lainnya yang telah nyata kerusakannya.
Dalam Islam, manusia dipandang sebagai makhluk Allah SWT yang sempurna dan mampu mengemban amanahnya menjaga bumi dan isinya. Sebagaimana Allah swt telah sampaikan dalam surah Al-Ahzab ayat 72 dan Al-Baqarah ayat 30. Islam juga memiliki cara pandang yang tepat dalam menganalisa problem-problem yang terjadi di tengah manusia dan Allah swt telah memberikan petunjuk-petunjuk terbaik dalam aturan-Nya.
Sebagaimana pengaturan Islam tentang kepemilikan sumber daya alam potensial di suatu wilayah yang diwajibkan kepada negara untuk mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Negara wajib menjalankan pendistribusian secara adil dan merata kepada rakyat. Sehingga populasi manusia tidak dipandang sebagai masalah selagi Syariat Allah dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Islam justru mendorong dan memfasilitasi manusia sesuai ketentuan syariat untuk memperbanyak keturunan, mendidik, dan membina mereka menjadi generasi-generasi terbaik bagi peradaban Islam dan manusia di muka bumi. Maka, negara akan menjaga rakyatnya dari pemahaman-pemahaman yang rusak dan merusak. Pemahaman seperti childfree, kohabitasi, seks menyimpang, no married, feminisme, maupun liberalisme dan materialisme, tidak akan mendapat tempat dan secepat mungkin akan dibersihkan dari benak umat.
Islam juga tidak meletakkan sumber kebahagiaan seorang manusia itu pada harta, namun pada ridha Allah SWT. Setiap individu, keluarga dan masyarakat akan didorong untuk berlomba memperbanyak pahala. Termasuk untuk para ibu, yang sejak dini dibina dan diberikan pemahaman tentang kewajiban utamanya yang akan mengantarkan kepada ridha Allah SWT, yakni menjadi ummun wa rabbatul bait.
Para ibu akan berlomba dan bersungguh-sungguh berupaya melahirkan generasi-generasi terbaik, yang siap memimpin peradaban Islam yang gemilang. Bukan justru sibuk mengaktualisasikan diri, bahkan “terpaksa” bekerja ke luar rumah dan meninggalkan anak-anak mereka, sebagaimana pengaturan rusak sistem Kapitalisme terhadap kaum perempuan dan para ibu.
Demikianlah pengaturan terbaik dalam sistem Islam yang tidak akan pernah didapatkan dari sistem mana pun. Sungguh, sistem Kapitalis-Sekuler wajib untuk ditinggalkan dan diganti dengan sistem Islam yang mampu memberikan kehidupan terbaik bagi umat manusia. Dengan sistem Islam, insyaallah segala persoalan yang tidak pernah memiliki solusi oleh sistem yang berlaku saat ini, akan mampu diselesaikan dengan sebaik-baik solusi.