Baby Blues Menghantui Para Ibu, Apa Langkah yang Harus Ditempuh?

0
146

Oleh: Ananda, S.T.P.

Linimasanews.com—Baru-baru ini, jagat media sosial dipenuhi dengan pembahasan permasalahan parenting dalam keluarga, mulai dari fatherless hingga baby blues. Dalam buku yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas” karya Siti Saleha, Baby Blues Syndrome memiliki pengertian suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Kemudian dalam buku “Psikologi Remaja” karya Muhammad Al-Mighwar disebutkan bahwa Baby Blues Syndrome termasuk salah satu bentuk depresi yang sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryati dengan judul “The Baby Blues and Postnatal Depression” menyatakan bahwa ibu-ibu yang mengalami baby blues syndrome setelah melahirkan akan mengalami emosi yang berlebihan dan merasa sangat sedih serta diiringi tangisan tanpa alasan yang jelas. Sebagian ibu merasa cemas, khawatir, serta tegang setelah melahirkan.

Sebagian ibu juga merasa tidak enak, tidak nyaman, sakit, nyeri di mana-mana, dan tidak ada obat yang dapat menolongnya atau menyembuhkannya. Hampir semua ibu juga merasa sangat capek, lesu, ataupun malas pada hampir setiap waktu setelah melahirkan.

Ketua Komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) dan psikolog, Maria Ekowati dalam jumpa pers “WIK Dorong Kesehatan Mental Masuk dalam UU Kesehatan” pada Jumat (26/5/2023) mengatakan bahwa ibu Indonesia mengalami gejala baby blues tertinggi ketiga di Asia. Dalam cara tersebut turut hadir Praktisi Kedokteran komunitas dari Health Collaborative Center dan FKUI, dr.Ray Wagiu Basrowi.

dr. Ray mengatakan bahwa pihaknya telah melalukan penelitian yang dilakukan pada populasi ibu menyusui di Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan data bahwa selama pandemi menunjukkan enam dari 10 ibu menyusui tidak bahagia akibat kurang supportnya sistem pendukung di keluarga dan masyarakat (Republika, 28/05/2023).

Tak berhenti sampai di situ, bahkan menurut data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023 menyebutkan bahwa gangguan kesehatan mental memiliki nilai yang tinggi pada populasi ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini. Bahkan di Lampung, 25 persen wanita mengalami gangguan depresi setelah melahirkan.

Penyebab dari baby blues sendiri cukup beragam seperti perubahan hormon, perubahan aktivitas fisik, memiliki riwayat gangguan mental, sulitnya beradaptasi dengan menjadi seorang ibu. Selain itu, juga ada faktor krusial yang dapat mempengaruhi baby blues yaitu kesiapan mental perempuan saat menjadi orang tua (faktor demografi). Kesiapan menjadi orang tua tentulah tidak bisa terbentuk secara instan dan tiba-tiba. Tidak cukup pula hanya dengan mengikuti pelatihan atau pembekalan pranikah dari KUA menjelang hari pernikahan ataupun mengikuti kelas-kelas parenting secara online.

Bukan berarti parenting tidak penting, namun materi-materi pembekalan ataupun yang ada pada kelas parenting hanya sebagai teori yang dapat menjadi acuan bagi seorang perempuan saat menjadi ibu. Secara realitasnya, terdapat proses panjang untuk membentuk setiap perempuan siap berganti status menjadi istri sekaligus ibu bagi anak-anak mereka yaitu proses pendidikan dari usia dini hingga dewasa. Dari sini maka dapat muncul pertanyaan, mengapa banyak perempuan yang mudah mengeluh dan merasa cemas ketika menghadapi kondisi baru setelah ia melahirkan?

Hal ini dikarenakan mental mereka belum terlatih sejak dini untuk menyiapkan dirinya menjadi istri yang mengatur urusan rumah tangga dan menjadi ibu. Apalagi sekarang kita berada pada sistem kapitalisme. Adakah kurikulum pendidikan saat ini yang mampu membentuk kepribadian generasi yang siap bertanggung jawab atas kehidupan mereka saat sudah berumah tangga? Mirisnya, generasi saat ini hanya disibukkan dengan kesibukan mengerjakan tugas, mengikuti ajang perlombaan, mengikuti berbagai project-project kampus, mengejar rangking ataupun IPK yang tinggi.

Generasi saat ini juga memiliki julukan sebagai generasi stroberi dimana tampak cantik dari luar karena mampu mengikuti kemajuan zaman. Namun saat terkena sedikit masalah, mereka mudah mengeluh, stress bahkan tak jarang sampai ada yang mengalami depresi dan berakhir dengan bunuh diri. Remaja mengalami gangguan mental karena nilai-nilai sekuler liberal menjadi kiblat dalam kehidupan mereka.

Kurikulum sistem pendidikan kita saat ini menjauhkan manusia dari aturan agama (Islam). Agama hanya dibahas dalam ranah pelaksanaan ibadah ritual semata. Seharusnya, pendidikan mampu menyiapkan para perempuan mampu memikul tanggung jawab besar menjadi seorang ibu. Akan tetapi, calon-calon ibu ini dirusak dengan pola pendidikan ala sistem sekuler. Wajar jika pada akhirnya mereka tidak paham bagaiman cara menjadi ibu peradaban yang mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Hasil riset The Conversation, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat pada 2022 menunjukkan bahwa 1 dari 20 remaja (5,5%) di Indonesia telah didiagnosis memiliki gangguan mental. Artinya dari data tersebut ada sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia yang termasuk dalam kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Coba bayangkan, bagaimana bisa mereka menjadi calon ibu tangguh, sedangkan pada usia muda saja mereka sudah mengalami gangguan mental?

Bagaimana nasib generasi masa depan jika memiliki calon ibu pencetak generasi yang mengalami gangguan mental? Akankah mereka bisa menjadi generasi tangguh dan berkualitas kelak? Lebih-lebih dalam peradaban mana pun, jika ingin merusak generasinya yang pertama kali dapat diserang adalah dengan merusak ibu dan calon ibu mereka. Karena dengan merusak ibu mereka, maka generasi yang lahir dari rahim mereka juga akan rusak. Inilah wajah generasi hasil peradaban sekuler.

Di sisi lain, banyaknya jumlah ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental ini juga dipicu oleh sistem kapitalisme. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, masih banyak ditemukan ibu-ibu yang kesusahan dalam memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan makan sehari-hari, kebutuhan anaknya seperti susu, bubur ataupun popok bayi.

Bagaimana ibu mau sehat mentalnya jika untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja begitu susah? Bagaimana pula ibu bisa berpikir jernih dan berfokus mendidik anaknya jika sistem kapitalisme menciptakan kondisi yang sulit bagi para ayah dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya? Bagaimana bisa keluar dari lingkaran stres? Jika berubah status menjadi orang tua juga berarti menanggung beban ekonomi yang berat dan melelahkan?

Fakta yang begitu memilukan, terdapat banyak kasus ibu yang membunuh anaknya karena beban kehidupan ekonomi yang kian hari semakin berat. Membiarkan kehidupan terus berada dalam cengkraman sistem kapitalisme sekuler akan membuat para ibu sulit mendapatkan kesejahteraan. Dibutuhkan solusi komprehensif yang dapat mengatasi masalah ini. Solusi dari permasalahan ini dapat diselesaikan dengan Islam.

Dalam pandangan Islam, kondisi baby blues syndrome ini bisa dicegah sedini mungkin yaitu dengan menyiapkan sistem pendidikan dan supporting system yang mumpuni. Dalam hal ini, negara akan menjadi pembuat kebijakan. Kurikulum pendidikan Islam dirancang sesuai fitrah manusia sehingga mampu menyiapkan setiap individu menjadi pengemban peran mulia sebagai orang tua yang juga mampu menjadi madrasah pertama bagi anak-anak yang lahir dari rahim mereka. Islam memiliki beberapa tahapan yang mampu menyiapkan generasi dapat menjadi calon orang tua masa depan yang tangguh.

Pertama, dengan menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam yang memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian Islam pada masing-masing individu serta membekali generasi sedini mungkin dengan tsaqafah Islamiyah. Jika dua hal ini sudah terbentuk maka setiap individu akan memiliki pondasi akidah Islam yang kokoh dan pandangan terhadap dunia dan akhirat jelas akan berbeda. Para calon ibu dan ayah akan dapat mempersiapkan diri mereka menjadi orang tua, mampu menemukan jalan keluar jika mengalami ujian hidup. Mereka juga berupaya menjadi orang tua terbaik sesuai dengan apa yang diinginkan Allah Ta’ala. Mereka juga mampu memahami bahwa anak adalah titipan sekaligus amanah dari Allah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

Kedua, dengan menerapkan sistem ekonomi ala Islam yang mampu menyejahterakan rakyat. Negara akan menjamin kebutuhan primer (pokok) setiap rakyatnya seperti kebutuhan sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Dengan adanya pengaturan sistem ekonomi Islam maka akan memudahkan ayah dalam mencari nafkah bagi keluarganya dengan baik.

Kaum ibu juga tidak akan pusing ataupun ikut bekerja demi menopang perekonomian keluarga. Para ibu dapat berfokus menjalani hari-harinya dengan mengasuh dan mendidik anak mereka. Negara akan menjamin pendidikan dan kesehatan dapat diakses oleh rakyat secara gratis. Negara juga akan mengontrol dan mengawasi media agar tidak ada tayangan, berita, dan konten yang berbau hal-hal negatif seperti kekerasan, pornografi, dan segala hal yang memungkinkan dapat merusak kepribadian para generasi.

Ketiga, dengan adanya supporting system berupa lingkungan sosial islami bagi rakyat. Negara akan menciptakan kehidupan masyarakat yang meminimalisir terjadinya kemaksiatan sehingga terwujud masyarakat yang terbiasa untuk melakukan makruf nahi mungkar, saling menolong serta menyayangi antarsesama. MasyaAllah betapa luar biasanya Islam dalam mengatur kehidupan manusia.

Allah menciptakan manusia bukan hanya dalam bentuk wujudnya namun juga sekaligus dengan pedomannya. Oleh sebab itu, sudah saatnya penguasa saat ini bercermin pada sistem Islam. Sistem yang tidak hanya dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya namun juga mampu menciptakan individu bertakwa sesuai dengan kehendak-Nya.

Wallahu a’lam bishawwab.

Artikulli paraprakPraktik Curang PT Lahir dari Kapitalisasi Pendidikan
Artikulli tjetërKesenjangan Pencari Kerja dan Lapangan Kerja, Mengapa Terus Ada?
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini