Linimasanews.com—Menyikapi fakta umat Islam yang kini dalam keadaan menderita dan berkebalikan dengan predikat khairu ummah sebagaimana diberikan oleh Allah SWT, Cendekiawan Muslim Ustaz H.M. Ismail Yusanto mengungkapkan bahwa ada tiga hal penting bagi umat Islam.
“Penting bagi kita untuk memikirkan sungguh-sungguh, apa yang bisa kita (lakukan untuk) memastikan perlindungan terhadap jiwa, harta dan kehormatan manusia pada umumnya dan umat Islam khususnya,” tuturnya dalam International Muslim Lawyers Conference (IM-LC) yang disiarkan di kanal YouTube Al Waqiah TV pada Ahad, 3 Oktober 2021.
Ismail mengatakan bahwa saat ini penghargaan terhadap nyawa manusia tidak tampak, nyawa manusia terutama muslim begitu murah. Padahal, menurutnya, nyawa manusia sangat berharga di sisi Allah SWT, apalagi nyawa seorang Muslim sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW bahwa hancurnya dunia itu lebih remeh, lebih ringan di hadapan Allah ketimbang terbunuhnya seorang muslim.
Oleh karena itu, menurut Ismail, hal penting yang harus dipastikan seorang Muslim; Pertama, harus punya kemampuan untuk mempertahankan hidupnya, mempertahankan kehormatan, harta dan jiwanya.
“Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk jadi orang yang berani menghadapi tantangan itu, menghadapi risiko itu. Jikapun ada risiko yang menimpa kita karena kita melawan setiap tindak kezaliman yang mengancam harta, nyawa dan kehormatan kita, maka Rasullullah menyebut kita ini sebagai seorang Muslim yang mati dalam keadaan mati syahid,” ungkapnya.
Ismail menegaskan bahwa seorang Muslim tidak boleh menjadi pribadi-pribadi yang cemen, lemah, penakut, pribadi yang lembek, mudah ditekuk, dilipat dan dihancurkan. “Musuh tidak boleh mudah menaklukkan kita. Dia harus melalui cara dan proses yang tidak mudah karena perlawanan kita yang tidak mudah ditaklukkan,” tegasnya.
Kedua, menurut Ismail, harus ada kekuatan umat secara kolektif. Hal itu diperlukan agar umat Islam, antara satu dan lainnya saling melindungi karena umat Islam bersaudara. “Innamal mukminuna ikhwatun. Sakit saudara kita, sakit pula kita. Luka saudara kita maka terasa sakit tubuh kita. Itulah tanda bahwa tubuh kita ini satu. Sebagaimana bagian dari satu tubuh itu, ‘Kal jasadil wahid’. Tidak boleh kita biarkan ada yang terzalimi. Tidak boleh ada, tanpa uluran tangan dari kita,” ungkapnya.
Ia mengingatkan bahwa jumlah umat Islam saat ini 1,7 miliar. Jika sejumlah itu masing-masing memiliki keberanian (melawan setiap tindak kezaliman), maka umat Islam memiliki kekuatan yang luar biasa.
Ketiga, menurut Ismail harus ada hadirnya institusi yang melindungi umat sebagaimana disebutkan Rasulullah dalam sabdanya, “Sesungguhnya al-imam itu junnah (perisai), orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung (menjadi tameng) dengannya.”
“Menarik apa yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam menjelaskan hadits ini. Maksudnya ibarat tameng adalah karena dia mencegah musuh menyerang, mencegah masyarakat satu dan yang lain dari serangan, melindungi keutuhan Islam. Dia disegani masyarakat dan musuh pun takut terhadap kekuatannya,” terangnya.
Oleh karena itu Ismail menegaskan, institusi tersebut harus hadir melindungi harkat, martabat dan jiwa atau nyawa manusia, khususnya umat Islam. Ismail menjelaskan bahwa institusi yang mampu menjadi junnah tersebut telah terjadi di masa lalu.
“Sebagaimana ketika seorang perempuan di masa Rasulullah SAW dilecehkan seorang pemuda dari bani Qoinuqa. Rasulullah dan para sahabat bertindak dengan cepat setelah Yahudi itu dibunuh oleh seorang pemuda, lalu pemuda itu dibunuh Yahudi bani Qainuqa. Lalu bani Qainuqa itu dikepung selama 15 hari dan takluk kepada Baginda SAW. Sesungguhnya Baginda SAW hendak menghukum mati semua laki-laki dari bani Qainuqa karena kekurangajaran bani Qainuqa melecehkan seorang muslim. (Ingat) Seorang muslim,” tegasnya.
Contoh lain disampaikan oleh Ismail adalah peristiwa di masa Khalifah al Mu’tasim Billah yang kemudian menjadi pangkal ditaklukkannya Kota Amuriyah yang sebelumnya dikuasai oleh Romawi. “Begitulah semestinya perlindungan didapatkan oleh kaum Muslim dari institusi politik yang ada,” terangnya.
Sayangnya, menurut Ismail institusi tersebut hari ini tidak ada. “Sudahlah institusi itu tidak ada, sikap umat Islam pun tidak menampakkan diri sebagai seorang yang bersaudara. Ditambah lagi dengan tidak sedikit umat Islam yang mempunyai mentalitas yang lembek, yang dia mau lebih suka memperturutkan kemauan orang-orang atau kelompok yang zalim, bahkan turut menjadi bagian dari kezaliman itu sendiri,” sesalnya.
Karena itu, menurutnya, penting bagi umat Islam menumbuhkembangkan sikap sajaah (berani). Yaitu, berani melindungi diri, berani melindungi keluarga, berani melindungi umat agar terlahir pribadi-pribadi yang tangguh dan umat yang tangguh. Di samping itu, menurutnya, umat Islam harus mewujudkan kembali institusi yang bisa menjadi perisai. Sebab, menurutnya, sepanjang institusi tersebut tidak ada, umat akan terus menyaksikan penderitaan-penderitaan yang hampir-hampir tidak ada penyelesaian yang memuaskan.
“Karena itulah penting bagi kita untuk memastikan tiga hal tadi,” tutupnya. [] Tyas