Oleh: Ning Alfiatus Sa’diyah, S.Pd.
Membahas dunia remaja memang tidak ada habisnya. Sebagai bentuk kepedulian terhadap berbagai kasus yang menimpa dunia remaja akhir-akhir ini, komunitas Smart With Islam (SWI) Bangil mengadakan acara Kajian Populer (KPop) bertajuk “Dari Remaja untuk Dunia” pada tanggal 27 November 2022 di Pesantren Tahfidz Al-Itqon. Acara ini dipandu oleh Kak Fifik sebagai host dan Kak Dia sebagai pemateri.
Mengawali acara, Kak Fifik menyampaikan bahwa sebagai remaja Islam tentu kita pun harus paham tentang potensi kita. Potensi ini harus lebih baik dari masa ke masa dan terus dikembangkan. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Apabila amal kita sama saja, maka kita tergolong merugi. Demikian pula jika tingkah laku kita lebih buruk, maka kita termasuk orang yang celaka. Sudah seharusnya seorang Muslim termotivasi menjadi orang yang beruntung dengan terus mengasah potensi agar menjadi lebih baik lagi.
“Islam mengarahkan potensi remaja untuk mengoptimalkan kepada ajaran Islam bukan untuk yang lain. Salah satu contohnya adalah Siti Aisyah ra. Beliau mempunyai ingatan yang kuat. Potensi ini beliau optimalkan untuk menghafal Al-Qur’an dan hadis,” ungkap Kak Dia.
Kak Dia lanjut menegaskan bahwa potensi remaja Islam itu harus diarahkan untuk kebangkitan Islam seperti hadir ke kajian, mendalami Islam, mengamalkan, dan mendakwahkannya.
Kak Dia juga mengingatkan peserta satu pesan penting dari Imam Syafi’i rahimahullah, bahwa waktu itu ibarat pedang. Jika kita tidak lihai dalam menggunakannya, waktulah yang akan menebas kita. Kita juga harus ingat setiap detik waktu terus berputar. Tahun bertambah, tetapi usia kita berkurang. Sedangkan waktu yang sudah terlewat, ia tidak akan bisa kembali terulang. Alangkah celakanya kita jika membiarkan potensi itu berlalu begitu saja seiring dengan terus berjalannya waktu.
Sayangnya, potensi pemuda Muslim hari ini tidak tersalurkan dengan benar. Penyebabnya sebagai berikut:
Pertama, adanya serangan budaya sekuler Barat sehingga remaja Islam hanya mengejar kebahagiaan duniawi saja tanpa memandang halal haram lagi. Mereka lebih suka datang ke tempat hiburan daripada datang ke kajian, lebih suka menyanyi daripada menghafal Al-Qur’an.
Kedua, tidak memahami jati dirinya sebagai remaja Muslim. Akibatnya, remaja Muslim fobia terhadap Islam kaffah akibat isu radikalisme. Mereka pun termotivasi menjadi influencer bukan dalam rangka menjadi duta Islam, melainkan demi eksistensi bahkan ikut mempropagandakan ide-ide moderasi beragama yang membawa umat makin jauh dari Islam kaffah. Demikian penjelasan Kak Dia membahas kondisi remaja saat ini.
Lantas bagaimana semestinya memaksimalkan potensi remaja Islam?
Pertama, mengkaji Islam kaffah secara intensif. Aktivitas ini hukumnya wajib bagi setiap individu. Karena, hanya dengan mengkaji Islam secara kaffah, amal-amal kita bisa sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Kedua, pastikan kita memiliki sahabat bahkan juga komunitas yang selalu mendukung kita dalam beramal saleh. Ingat, lidi sehelai akan sangat mudah dipatahkan dibandingkan dengan seribu lidi yang diikat jadi satu. Jadi, pastikan bahwa kita bersama dengan pejuang-pejuang takwa lainnya agar istikamah sampai akhir hayat.
Ketiga, apa yang sudah kita pahami dan diamalkan, wajib hukumnya untuk dibagikan. Dengan begini, ilmu yang kita dapatkan akan makin melekat dan berlimpah berkah. Kebaikan demi kebaikan akan kita dapatkan.
“Limpahan pahala akan terus mengalir dari setiap orang yang beramal saleh sebab wasilah dakwah kita,” tutur Kak Dia mengakhiri penyampaian materi.
Potensi remaja Islam sudah semestinya diarahkan untuk kebangkitan Islam. Di pundak merekalah, masa depan dunia. Sudah saatnya remaja Islam bangkit berbenah, mempersiapkan diri menjadi duta Islam kafah dan pemimpin peradaban mulia.
Wallâhu a’lam bi ashshawwâb.