Dulu untuk Duniawi, Kini Ukhrawi

0
312

Oleh: Ummul Asminingrum, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)

Pertama kali saya tertarik ingin menjadi seorang penulis ketika masih sekolah menengah atas. Kala itu dapat undangan dari sebuah kampus yang mengadakan acara kajian remaja pas event Valentines Day. Saya dan beberapa teman RISMA (Remaja Islam Masjid) hadir memenuhi undangan tersebut. Perlu diketahui ya, bahwa daerah tempat tinggal saya itu di pinggiran kota yang mendapat julukan 1001 Goa.

Ya, Kota Pacitan di Provinsi Jawa Timur tempat saya tinggal. Kota yang cukup kecil dan lebih banyak pegunungannya dari pada dataran rendahnya. Saya tinggal di kecamatan Nawangan, bisa dibilang tempat saya adalah yang tertinggi di Pacitan, kira-kira 1000 meter DPL. Untuk ke kota, perlu waktu 2 jam perjalanan dengan motor. Untuk kendaraan umum jangan ditanya, karena tidak ada kendaraan umum, baik angkot maupun bus yang beroperasi dari Kecamatan Nawangan ke Kabupaten Pacitan.

Kembali ke awal mula ketertarikan saya dengan dunia tulis menulis ya. Sampai kebablasan ceritanya, Afwan. Ketika pulang acara, saya dan teman-teman mampir ke sebuah toko buku terbesar di kota. Di sana saya tertarik dengan sebuah novel remaja judulnya “Nona Imut Siapa Namamu?” Sampulnya kartun cewek berhijab, pasti Islami nih menurut saya. Saya cek harganya 25.000 cukuplah uang sangu saya. Karena untuk transportasi dan makan sudah dapat dari sekolah. Akhirnya saya beli novel tersebut.

Dua hari saya baca dan tamat. Kisahnya ringan, mudah dipahami untuk siswa yang berotak pas-pasan seperti saya. Menceritakan tentang seorang mahasiswa di Surakarta yang tiap pergi kuliah naik bus kota. Di mana dia ketemu si nona imut yang tak sengaja tidur di pundaknya. Hingga akhirnya tumbuhlah benih-benih cinta. Tapi, akhirnya dia sadar cinta yang tak seharusnya itu harus segera dialihkan atau diperjuangkan menuju halal. Cerita itu juga dibubuhi tentang persahabatan dan cita-cita.

Dari situ, saya baru tahu kalau ternyata yang namanya novel itu tidak harus seperti karangan N.H Dini, atau novel berjudul “Harimaumu-Harimau” dan “Jalan Tak Ada Ujung” seperti yang ada di perpustakaan sekolah.

Kisah kekinian, ringan, mudah dipahami, dan dekat dengan keseharian kita juga bisa dinamakan novel ya. Begitulah pikiran polos saya kala itu. Setahuku yang namanya novel harus sastra banget, bahasanya harus tinggi, puitis, dan mbulet. Ternyata tidak. Novel tadi saja, bisa diterbitkan dan masuk dalam toko buku terlengkap di kota saya. Maklum juga, baru itu kali pertama masuk toko buku. Di kecamatan saya, mana ada toko buku.

Dari situlah, saya mulai menancapkan cita-cita bahwa saya ingin menjadi seorang penulis, lebih tepatnya saat itu menjadi seorang novelis. Pikir saya sederhana, kita tinggal mengarang cerita, sodorkan penerbit, cetak, dapat bagi hasil. Mudahkan? Sejak saat itu, ketika ada yang bertanya cita-citanya apa? Saya mantep jawab novelis. Pengen ketawa sebenarnya kalau ingat.

Saya terus merawat cita-cita tersebut hingga masuk bangku kuliah. Saat itu tahun 2011, HP android masih sangat jarang. Event maupun pelatihan menulis online juga masih sulit didapat infonya. Apa-apa yang berhubungan dengan internet kan masih harus ke warnet. Saat semester 2, ada brosur dan undangan acara dari kampus sebelah, beda kabupaten ya. Acaranya Seminar Motivasi Writing With Afifah Afra. Kala itu Mbak Afra termasuk penulis terkenal dan banyak menghasilkan buku, selain Asma Nadia kan. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan apalagi tiketnya tergolong murah hanya 20.000 rupiah.

Berangkatlah saya dan teman-teman yang lain mengikuti acara tersebut. Walhasil, benar-benar motivasi menulis. Semakin kuatlah keinginan buat jadi penulis. Apalagi ada bazar buku-buku Mbak Afra juga. Saya semakin mantap nih ingin jadi novelis, lalu mengisi seminar plus jualan buku. MasyaaAllah.

Akhirnya, saya mencoba mengumpulkan banyak cerpen dari majalah kampus. Saya pelajari ceritanya dan coba-coba ikutan menulis. Saya kirim berkali-kali tak ada satu pun yang dimuat. Sedih banget, kalau langkah kecil menulis cerpen saja ditolak majalah kampus, bagaimana bisa jadi novelis dan bukunya best seller. Saya sempat putus asa dan berhenti bercita-cita jadi penulis deh.

Tapi, sesaat kemudian saya bangkit lagi, tidak patah semangat tetap belajar nulis. Tapi, tidak pernah saya publikasikan hanya tersimpan rapi di laptop. Ternyata kelemahan saya belum mampu menghasilkan ide cerita baru, sehingga tema yang terangkat itu-itu aja. Padahal media kan carinya tema baru, semakin bervariasi dan kreatif, peluang termuat semakin besar.

Pas semester 4, mahasiswa yang tergabung di UKMI atau ROHIS mengadakan acara dengan mengundang penulis muda mahasiswa Hamfara. Karena sampai saat itu belum berhasil jadi penulis, akhirnya saya cukup dengan mengidolakan dan mengoleksi buku-buku penulis lain, salah satunya buku La Ode Munafar. Akhirnya kami undang orangnya untuk mengisi training motivasi remaja di kampus saya. Sebagai bonus untuk para panitia dia memberi training kepenulisan.

ROHIS kami ingin ada yang baru agar dakwah di kampus cepat menyebar. Sebab, lewat kajian pekanan juga sedikit yang datang. Saya berinisiatif untuk buat buletin sederhana. Akhirnya dengan bimbingan guru ngaji atau mentor, saya diberi tema tertentu dan disuruh menulis. Meskipun butuh waktu cukup lama untuk beliau mengeditnya, tapi beliau bilang saya ada potensi di sini. Tulisannya sudah sesuai alur dan dapat dipahami isinya. Tinggal banyak berlatih dan terapkan teori-teori yang sudah didapat selama ini.

Dari situ, saya seperti mendapatkan oase di tengah gurun. Mengirim cerpen berkali-kali tertolak, eh ini dapat pujian dari ustadzah. Senang sekali rasanya. Akhirnya, saya rutinkan menulis. Alhamdulillah, selama periode kami, buletin lancar terbit tiap pekan. Suatu ketika, saya dipanggil sama salah seorang dosen. Beliau termasuk anggota LPPM yang menerbitkan majalah kampus. Beliau bilang tulisan saya bagus, beliau sangat mengapresiasi ada mahasiswa yang bisa menyampaikan idenya lewat tulisan.

Bisa dibilang itu hasil karya mahasiswa yang pertama di kampus itu. Meskipun ada koreksi sebaiknya jangan pakai kata “Khilafah” pakai yang lebih soft dulu karena itu untuk konsumsi umum. Tapi, selebihnya bagus dan beliau bercerita pengalaman di kampusnya dulu. Kenapa bisa sampai sesukses seperti sekarang dan menjadi pemred majalah kampus, ya berawal dari menulis buletin kecil seperti ini, ucapnya dengan mengangkat tulisan saya.

Masyaallah …. Terharunya saya. Sampai berkaca-kaca nih mata. Akhirnya mulai saat itu, saya ubah niat saya menjadi seorang penulis dari yang berorientasi materi menjadi berorientasi ukhrawi. Ketika saya begitu menggebu mengejar dunia dengan tulisan, saya tak mendapatkan apa-apa. Tulisan ditolak sana sini. Tapi, ketika saya menulis untuk mendakwahkan Islam. Banyak orang yang mengapresiasi.

Hingga kini, Alhamdulillah semangat itu tetap ada. Saya tidak pernah ikut event berhadiah. Ketika ada media online baru, di mana Pemrednya selalu menawarkan hadiah bagi para penulis yang mengirimkan tulisan ke sana. Saya justru sengaja menghindarinya. Semata untuk menjaga niat saya menulis untuk dakwah, bukan untuk hadiah. Biarlah Allah yang memberikan hadiah terbaik-Nya. Semoga niat ikhlas karena-Nya selalu terjaga dalam jiwa. Aamiin ya rabbal alamiin.

Artikulli paraprakKetaatan Istri kepada Suami Menyamai Pahala Syahidnya Laki-laki
Artikulli tjetërMenulis Ideologis
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini