Suara Pembaca
Pendaftaran bakal calon anggota legislatif Pemilu 2024 sudah resmi ditutup. Sebanyak 18 partai politik nasional peserta pemilu telah mendaftarkan caleg yang akan berkompetisi memperebutkan kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Tidak ketinggalan, sejumlah artis Indonesia juga turut memperebutkan kursi DPR RI periode 2024-2029 ini, mulai dari artis sinetron sampai pelawak. Banyak masyarakat yang menyangsikan kapabilitas dan kapasitas artis dalam menjalankan tugasnya nanti sebagai wakil rakyat.
Masyarakat menilai caleg dari kalangan artis hanya digunakan oleh partai politik sebagai pendongkrak suara saja. Sementara mereka tidak cukup menonjol dalam mengemukakan gagasannya di parlemen.
Fenomena ini adalah cerminan politik demokrasi. Siapa tenar, dia yang memiliki peluang untuk menang. Apalagi kalau bermodal dan good looking. Di sisi lain, bagi calon wakil rakyat atau pemimpin, kekuasaan pemerintahan hanya diartikan sebagai mata pencaharian. Bahkan, ajang untuk memperkaya diri dan kelompok. Maka dari itu, kualitas pemimpin tidaklah diperhitungkan. Namun, eksistensi caleg lebih diutamakan.
Dari sini, tidaklah aneh jika kalangan artis ramai-ramai masuk ke parlemen walau kapasitas mereka belum sampai tataran level negarawan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan karakter pejabat yang dilahirkan oleh sistem Islam. Seorang pemimpin atau wakil rakyat di dalam Islam, dipilih berdasarkan ketaqwaan dan kemampuannya (kafa’ah). Islam memandang bahwa jabatan kekuasaan adalah amanah besar. Baik dan buruknya pengaturan urusan rakyat bergantung pada kualitas pemimpinnya.
Para pemimpin yang lahir dalam sistem Islam mereka sangat memahami amanah kekuasaan, sebagaimana yang diperintahkan syariat. Maka, selama 1300 tahun berdiri, para khalifah senantiasa hadir untuk mengurusi umat dan kepentingan agama dan umat bukan yang lain.
Wulan Syahidah
Bogor