Gadai Akidah Demi Konten. Haruskah?

0
210

Suara Pembaca

Istilah ‘menghalalkan segala cara demi kekuasaan’ sudah kerap didengar di dunia politik. Mereka yang gila kekuasaan akan mengupayakan cara maksimal, meskipun harus menikung, berkhianat ataupun membunuh karakter lawan politik. Di dunia maya, upaya ‘menghalalkan segala cara demi konten’ ternyata semakin marak. Para konten kreator bersedia melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa bahkan menggadaikan aqidah hanya demi konten.

Heboh! Seleb Tiktok Lina Mukherjee dilaporkan Ustaz M. Syarif Hidayat, S.H. atas dugaan penistaan agama. Laporan tersebut merupakan buntut dari unggahan video Lina yang sedang makan kriuk babi di media sosial. Dalam videonya, wanita penggemar artis Bollywood tersebut tampak santai mencicipi makanan yang jelas diharamkan Islam. Bahkan, ia mengawali makan dengan membaca basmalah. Tak ayal, ia dibanjiri hujatan.

Dalam videonya, Lina mengatakan, “Guys, hari ini aku kayaknya dipecat dari kartu keluarga. Karena aku penasaran banget sama yang namanya kriuk babi. Jadi, hari ini rukun iman sudah aku langgar.” Lina kemudian tertawa lebar. Wanita itu mengaku, sebelumnya pernah makan daging babi dua kali tapi tidak disengaja. Namun, kali ini ia memakan kriuk babi dengan kesadaran sendiri karena penasaran. “Maafkan aku, cuma konten kok,” imbuhnya.

Andai Lina bukan muslimah atau memakan babi di tempat tertutup, tentu tak memantik emosi. Sayangnya, wanita berstatus muslimah itu terang-terangan dan bangga melakukan kemungkaran kemudian diunggah di media sosial. Usai dipolisikan, Lina urung bertaubat, tapi justru menunjukkan sikap menantang. Tentu, dengan jumlah follower Tiktok, YouTube, maupun Instagram yang cukup banyak, potensi Muslim lain mengikuti jejaknya sangat besar.

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Hadis tersebut memerintahkan umat Islam mencegah kemungkaran baik melalui kekuasaan. Lisan maupun dengan menolak kemungkaran dalam hati. Diam terhadap kemungkaran adalah sama halnya dengan membiarkan kemungkaran tersebut meluas. Hal ini tentu sangat berbahaya.

Miris! Semakin hari semakin banyak individu muslim melakukan kemaksiatan secara terang-terangan. Mereka dengan bangga menunjukkan diri sebagai pendosa seolah tidak memiliki rasa takut akan ganjaran dari Sang Pencipta.

Padahal, bagi siapa saja yang telah menyatakan diri sebagai Muslim, wajib mengikatkan diri terhadap hukum syara. Seorang Muslim wajib menghadirkan ruh (kesadaran diri akan adanya Pencipta) dalam setiap aktivitasnya. Kesadaran ini yang menjadikan seseorang memiliki rasa takut kepada Allah baik dalam kondisi sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Memang benar, manusia tak pernah lepas dari dosa. Setiap saat, manusia berpotensi melakukan kesalahan dan kekhilafan. Meski demikian, bukan berarti harus berbangga diri saat melakukan kemaksiatan. Sebaliknya, seorang muslim harus memiliki rasa malu, dan takut akan dosa yang telah dilakukan. Setelah sadar akan perbuatan dosa, sudah seharusnya seorang muslim bersegera bertaubat secara sungguh-sungguh, dan tidak mengulanginya lagi.

Kasus di atas serta kasus-kasus serupa lainnya, menunjukkan usgensi penguatan akidah di abad ini. Bagaimanapun juga, orang tua memiliki peran penting memberi pendidikan Islam kepada anak-anaknya sejak dini. Kesibukan orang tua dalam mencari nafkah seharusnya tidak menjadikan mereka lalai akan tugas utama dalam pendidikan anak. Lebih dari itu, peran dakwah di tengah masyarakat juga urgen demi menjaga keistiqomahan umat Islam.

Pada akhirnya, masyarakat juga akan menyadari bahwa dakwah yang paling ampuh adalah dakwah yang dilakukan oleh negara. Selama negara tidak ikut campur dalam urusan dakwah, maka individu Muslim menganggap kemaksiatan menjadi urusannya pribadi. Begitu mudah mereka menyatakan, ‘yang penting tidak mengganggu orang lain’. Dengan asumsi tersebut, mereka merasa lebih bebas melakukan apa saja tanpa memiliki rasa bersalah. Na’udzubillahi min dzalik.

Ikhtiyatoh, S.Sos
Ternate

Artikulli paraprakSantri Harus Meneladani Nabi
Artikulli tjetërSafari Gemar Makan Ikan, Efektifkah Mencegah Stunting?
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini