Generasi Teler, Terjebak Pay later

0
333

Oleh: Fathimah A.S. (Aktivis Dakwah Kampus)

Linimasanews.com—Seiring dengan perkembangan teknologi digital di bidang keuangan, mulai bermunculan berbagai fitur yang mudah diakses generasi muda. Buy Now Pay Later (BNPL) salah satunya. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk “beli sekarang bayar belakangan”. Skema paylater ini mirip dengan kartu kredit, namun lebih rendah jaminannya dan lebih cepat aktivasinya.

Bila memakai paylater, seseorang bisa membeli barang atau jasa melalui marketplace, dengan pembayaran yang bisa ditunda dan dicicil. Lalu, dalam jangka waktu yang disepakati, ia harus membayar utang pokok sekaligus bunganya. Juga, terdapat denda bila terjadi keterlambatan pembayaran. Bisa berupa pemblokiran atau diancam oleh debt collector (republika.co.id, 15/11/2022).

Saat ini, banyak generasi muda yang terjerat iming-iming kemudahan paylater. Survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) dan Kredivo terhadap 3.560 responden pada Maret 2021 menunjukkan bahwa jumlah pengguna baru paylater meningkat sebesar 55% selama pandemi.

Mirisnya lagi, mengutip dari data OJK, kasus-kasus pinjaman macet makin banyak terjadi pada pengguna usia muda, yaitu di bawah 19 tahun yang belum berpenghasilan. Rata-rata kredit macetnya cukup tinggi dibanding kelompok umur lainnya, yaitu Rp2,8 juta per orang (BBC.com, 29/12/2022).

Penyaluran penggunaan paylater ini pun banyak tertuju pada sektor konsumtif. Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi) Irmawati Puan Mawar memaparkan, kalangan millenial biasanya membeli gawai (ponsel atau laptop) dengan menggunakan fitur paylater, sementara gen Z menggunakannya untuk membeli produk mode (fesyen), aksesoris, dan alat kecantikan (Republika.co.id, 15/11/2022).

Terjebak Konsumerisme

Memang, di zaman serba digital seperti sekarang, orang jadi tergiur untuk berbelanja. Berbagai jenis barang dan jasa tersedia dengan harga murah. Banyak diskon besar-besaran, hingga iming-iming gratis ongkir. Siapa yang tidak tergoda? Mereka bisa membeli barang hanya dengan sekali klik.

Kemudahan teknologi inilah yang membuat orang impulsif belanja. Pebisnis terus-menerus menarik konsumen dengan beragam produk baru dan trendi. Akibat terbiasa melihat produk berseliweran, masyarakat pun terjebak konsumerisme, selalu haus mengejar gaya hidup.

Rentenir gaya baru pun memanfaatkan kondisi ini untuk menjerat mangsa. Mereka memasang iklan di mana-mana, menarik konsumen dengan kemudahan untuk meminjam uang. Hampir di setiap marketplace selalu menyediakan fitur paylater. Akhirnya, banyak generasi yang tergiur dan mulai bersandar pada paylater. Lama-kelamaan, mereka terjerat utang online yang jumlahnya begitu besar.

Rentenir gaya baru terus tumbuh menggerogoti masyarakat. Di tengah maraknya paradigma mengejar eksistensi diri berupa materi (food, fesyen, and, fun), mereka melihat peluang ini untuk memperdaya masyarakat agar selalu memenuhi keinginan demi gaya hidup.

Buah Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme telah berhasil mempengaruhi cara pandang manusia tentang kehidupan. Sistem ini berhasil menanamkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh kesenangan duniawi sebesar-besarnya. Bahagia ala kapitalisme adalah ketika bisa hidup dalam kenyamanan dan kemewahan di dunia.

Generasi saat ini pun terjerat dengan gaya hidup konsumtif ala kapitalisme. Mereka sibuk mengejar life style modern dengan membeli barang-barang branded. Bila tak mampu, dari sinilah mulai muncul barang KW atau barang thrifted untuk memenuhi hasrat fesyen dengan harga murah. Bahkan, meski pemasukan terbatas, mereka pun rela berutang dan menanggung cicilan selama berbulan-bulan.

Jebakan gurita konsumtif ini ibarat lingkaran setan yang melingkupi generasi, mulai dari selebgram dan artis sebagai ceruk penyebarannya, korporasi besar sebagai penyedia jasa marketplace-nya, hingga platform keuangan (fintech) sebagai penyedia jasa pinjaman berbunganya.

Bahkan parahnya, negara juga memfasilitasi pinjaman ini dengan adanya label terdaftar OJK, bunga rendah, mudahnya aktivasi, minimnya persyaratan, dan sebagainya. Akibatnya, banyak yang menganggap paylater adalah hal biasa dan memudahkan. Padahal, faktanya, ini sangatlah membahayakan.

Masyarakat terjerat budaya konsumerisme dan riba. Mereka sibuk mengejar kepuasan materi, tanpa melihat batasan dalam agama. Mereka mau mengambil utang, meski terdapat riba di dalamnya, hanya untuk mengejar gaya hidup modern.

Islam Menjaga Generasi

Tentu berbeda jauh apabila Islam dijadikan standar dalam mengatur kehidupan. Islam mampu menjauhkan generasi dari budaya konsumerisme dan menghapuskan jeratan utang ribawi. Sehingga, generasi yang tumbuh di dalamnya adalah generasi berkualitas.

Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk menjauhi sifat boros dan foya-foya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ إِذَآ أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan [25]: 67).

Islam mendorong manusia untuk memiliki gaya hidup bersahaja. Seorang Muslim diperintahkan untuk membeli barang sesuai kebutuhan dan melarang adanya hobi menumpuk barang tanpa dimanfaatkan. Sebab, kelak akan ada pertanggungjawabannya.

Dengan begitu, perilaku konsumtif akan secara otomatis dijauhi. Sebab, ciri konsumtif adalah membeli karena nafsu dan bingung saat akan menggunakannya. Hal ini bukan berarti manusia tidak boleh kaya. Akan tetapi, dalam memperoleh dan membelanjakan harta harus disesuaikan dengan syariat Islam.

Inilah yang membedakan dengan kapitalisme. Dalam kapitalisme, keinginan dianggap sebagai kebutuhan, sehingga muncullah budaya konsumerisme. Sementara, Islam membedakan dengan jelas mana kebutuhan dan mana keinginan. Dalam Islam, terdapat skala prioritas dalam membelanjakan harta. Kewajiban harus didahulukan, seperti untuk nafkah dan membayar utang. Lalu, baru yang sunnah, seperti sedekah. Baru kemudian barang atau jasa mubah, yang tidak melalaikan.

Islam juga telah mengharamkan riba, meski terkadang dianggap menguntungkan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarangnya dalam firman berikut:
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا‌ ؕ
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah [2] : 275)

Melalui sistem pendidikan Islam, negara akan mendidik generasi berlandaskan akidah Islam, sehingga mereka memiliki kepribadian Islam. Mereka berpikir dan bersikap sesuai syariat Islam. Mereka akan menjauhi sikap konsumerisme dan utang ribawi sebab dilarang dalam agama.

Dalam mengelola aplikasi marketplace dan fintech, negara akan menerapkan aturan-aturan Islam di dalamnya. Praktik riba akan dilarang. Hal-hal yang berbau-bau ribawi, baik lembaganya, pekerjaannya, penyebabnya, maupun aplikasinya akan dihapuskan.

Melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan masyarakat, kebutuhan pokok warga akan terjamin, sehingga utang tidak akan menjadi kebiasaan. Pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan dijamin. Lapangan pekerjaan akan dibuka sebesar-besarnya, sehingga laki-laki yang memiliki kewajiban atas nafkah tidak akan kesulitan memenuhi kebutuhan tanggungannya.

Penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam bingkai Khilafah Islamiyyah pernah menjadi mercusuar dunia selama kurang lebih 13 abad. Hanya Islamlah yang mampu menjadi solusi atas berbagai problem kehidupan yang terjadi saat ini. Untuk itu, marilah kita mulai memperjuangkan agama-Nya dengan mengkaji Islam dan mendakwahkannya ke tengah-tengah masyarakat.

Artikulli paraprakMuslimah Bangil Tutup 2022 dengan Muhasabah Akhir Tahun
Artikulli tjetërButuh Kepedulian Semua Pihak untuk Menyelamatkan Generasi
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini