Guru Berharap Sejahtera: Menggantang Asap, Mengukir Langit

0
338

Oleh: Novianti

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, anda dapat mengubah dunia.” (Nelson Mandela)

Linimasanews.com—Negara yang memikirkan masa depan pasti akan mengurus sektor pendidikan dengan serius. Mulai dari kurikulum, sarana prasarana, penyiapan, hingga jaminan kesejahteraan para guru agar mampu melaksanakan kewajiban dengan baik terhadap murid-muridnya. Negara juga bertugas memastikan jumlah guru sesuai dengan kebutuhan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim menjelaskan saat ini, Indonesia membutuhkan lebih dari 2,2 juta guru. Pemerintah masih membutuhkan 900 ribu guru aparatur sipil negara (ASN) karena di lapangan hanya ada sekitar 1,3 juta guru ASN. Kebutuhan bertambah menjadi 1 juta jika memperhitungkan guru yang akan pensiun (Kompas.com, 07/07/2021) .

Untuk itu, pemerintah menyelenggarakan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bisa diikuti oleh guru honorer, guru swasta yang masih aktif dan sudah terdaftar di Dapodik, serta lulusan PPG (Pendidikan Profesi Guru) yang belum menjadi guru dan terdaftar di Database Lulusan Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud.

Test PPPK ini dimanfaatkan oleh banyak guru honorer terutama yang sudah berusia di atas 35 tahun karena sudah tidak berpeluang menjadi ASN. Keinginan wajar karena ada jaminan kesejahteraan lebih baik bagi yang lolos test. Ada gaji dan tunjangan profesi, berkesempatan mengikuti program-program peningkatan kompetensi dan sertifikasi untuk kepentingan karir dan jaminan ekonomi jangka panjang.

Lika Liku Nasib Guru Honorer

Nasib guru honorer yang memiriskan bukan isu baru. Bertahun-tahun mengajar tanpa penghargaan memadai. Ada yang digaji Rp. 50 ribu perbulan, bahkan tidak digaji berbulan-bulan. Sementara mereka tetap dituntut menunaikan kewajiban mengajar.

Di saat negara memiliki problem ketersediaan guru, guru honorer menambal kekosongan, bahkan rela bekerja di daerah-daerah terpencil. Berhadapan dengan banyak keterbatasan bisa juga merangkap mengajar berbagai mata pelajaran di jenjang kelas berbeda. Mereka bekerja dengan puluhan anak didik. Belum lagi persoalan keamanan atau latar belakang masyarakat setempat yang beragam.

Di beberapa daerah, guru ASN cenderung memilih mengajar di wilayah perkotaan. Para guru honorer berdedikasi dengan menyentuh anak-anak di pedesaan, kampung nelayan, atau di gunung. Mereka mendidik dengan hati, mengabdikan diri untuk menyiapkan generasi.

Wajar pemerintah seharusnya memperhatikan nasib mereka. Bukan karena tidak ikhlas, namun beban hidup yang makin berat, sementara tanggung jawab begitu besar. Agar mengajar optimal perlu tubuh sehat, kebutuhan keluarga terjamin, akses meningkatkan pengetahuan terbuka.

Para pemimpin di negara ini sudah sering mengobral janji pada guru honorer. Presiden SBY pernah menyampaikan akan mengubah statusnya menjadi PNS hingga tahun 2009 (detik.com, 25/11/2007).

Presiden Jokowi menjanjikan hal sama bahkan termasuk menyelesaikan masalah gedung yang rusak. Ketika itu, presiden mengatakan bakal menyelesaikan semuanya dalam waktu tiga tahun (tempo.co, 07/04/2015) .

Bahkan janji-janji ini dituangkan dalam piagam ‘Ki Hajar Dewantara’ dan ditandatangani presiden menjelang Pilpres 2014. Janji-janji tersebut disebut ‘Trilayak’ meliputi laik status, laik upah, dan laik jaminan sosial. Laik status artinya akan mengangkat guru honorer jadi PNS. Laik upah berupa pemberian upah sesuai UMP dan memperoleh jaminan sosial (merdeka.com, 16/03/2019).

Namun janji tinggallah janji. Tahun 2021 ini presiden melalui Kemendikbud Ristek mengeluarkan kebijakan PPPK sebagai peluang perbaikan nasib guru honorer. Padahal, test PPPK justru merupakan kebijakan setengah hati, akal-akalan untuk meredam tuntutan janji-janji.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebut banyak masalah dalam pelaksanaan tes PPPK yang sudah dihelat. Mulai dari minimnya informasi, kesalahan administrasi oleh sistem, hingga nilai ambang batas (passing grade) yang terlalu tinggi yang tidak mencerminkan tindakan afirmatif bagi guru honorer senior (cnnindonesia.com, 15/09/2021) .

Sistem Islam Memuliakan Guru

Pendidikan sangat menentukan keberlanjutan peradaban. Negara bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan membuka akses seluas-luasnya bagi rakyat. Guru memiliki peran strategis sebagai ujung tombak di lapangan. Karenanya, Islam menempatkan guru pada kedudukan mulia dan memperhatikan nasibnya termasuk kesejahteraannya.

Sistem Islam tidak mengkategorikan guru honorer dan guru ASN seperti sekarang. Semua guru adalah pegawai negara yang memperoleh fasilitas dan gaji yang layak agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Tentunya penggajian guru membutuhkan alokasi dana terlebih untuk sarana dan fasilitas bagi penyelenggaran pendidikan yang bertujuan melahirkan generasi berkepribadian Islam. Segala hal yang terkait bagi kepentingan pendidikan bersumber dari Baitul Maal.

Khalifah sebagai pemimpin dalam sistem Islam membuat kebijakan agar Baitul Maal mengalokasikan dana dan pendidikan bisa diakses secara gratis oleh rakyat. Baitul Maal memiliki beberapa sumber pemasukan. Karenanya Baitul Maal menjadi sumber keuangan yang powerful untuk mewujudkan sistem pendidikan berkualitas. Laboratorium, perpustakaan, dan berbagai fasilitas dibangun bagi yang kaya atau miskin, di perkotaan atau di pedesaan, muslim atau kafir.

Di masa kejayaan Islam, para khalifah memberikan penghargaan materi terhadap pekerjaan seorang guru. Khalifah Umar bin Khattab menggaji guru sebesar 15 dinar. Syekh Najmuddin Al-Khabusyani setiap bulannya digaji 40 dinar sebagai guru di Madrasah Al-Shalāhiyyah di era Shalahuddin Al Ayyubi. Zujaj digaji 200 dinar sebagai guru di era Abbasiyah (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas).

Tidak mengherankan, ketika guru diberi penghargaan atas keilmuannya, lahirlah generasi dengan karya-karya besar yang manfaatnya bisa dinikmati hingga sekarang. Empat imam mazhab, Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Imam Al Ghazali adalah sedikit bukti sosok produktif dan inovatif yang lahir di era kejayaan Islam.

Penutup

Nasib guru honorer sering menjadi jualan kampanye para calon pemimpin negara ini. Namun, terbukti di era kepemimpinan siapa pun, nasib pahlawan tanda jasa ini belum berubah. Mereka diabaikan, nasibnya hanya demi menarik simpati dan kepentingan perolehan suara.

Ketika orang-orang pilihannya sudah berkedudukan di tampuk kekuasaan, nasib guru honorer kembali terlupakan. Mereka tidak memiliki pilihan selain tetap mengajar meski dengan imbalan yang jauh dari kata cukup. Berbanding terbalik dengan kehidupan para pejabatnya, bergaji besar plus berbagai tunjangan dan fasilitas.

Untuk itu, persoalan guru honorer tidak akan bisa terselesaikan tuntas hanya dengan berganti kepemimpinan. Selama tata kelola negara mengacu pada sistem buatan manusia, harapan nasib guru lebih baik, bagaikan menggantang asap mengukir langit. Perlu komitmen baik penguasa dan rakyat untuk mengganti sistem dengan sistem Islam yang tidak hanya akan menyelesaikan nasib guru honorer tetapi berikut seluruh persoalan di negara ini.

Artikulli paraprakDinamika Buruknya Birokrasi dalam Tubuh Demokrasi
Artikulli tjetërCendekiawan Muslim Beberkan Tiga Hal Penting untuk Memastikan Perlindungan terhadap Jiwa dan Kehormatan Umat Islam
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini