Haruskah Terjadi Dahulu Menyesal Kemudian?

0
478

Oleh: Wahibah

Hingga saat ini, wabah Covid-19 telah banyak menelan korban jiwa. Namun, ternyata sebagian orang masih saja ada yang tidak percaya dengan anggapan, “Tidak covid, tetapi di-covid-kan”. Rumor itu sering mampir di telinga saya, seiring hasil swab keluarga negatif sementara suami terkonfirmasi positif.

Sekitar sebulan yang lalu saya dan anak- anak harus menjalani tes swab PCR karena suami positif terinfeksi Covid-19. Karena ada keluhan serius, akhirnya ia harus menjalani isolasi di salah satu rumah sakit pemerintah di Klaten. Perawatan 16 hari dilanjutkan isolasi mandiri. Alhamdulillah, saat ini bisa beraktivitas normal seperti semula.

Bukan hanya saya, suami pun sering mendapatkan pertanyaan serupa. “Mas, covid itu sebenarnya ada atau tidak, sih? Apa bukan informasi yang berlebihan saja?”

Ada lagi pertanyaan yang senada kepada suami saya, “Istri serumah, melayani dan merawat siang malam, kok kondisinya baik-baik saja? Apa bukan di-covid-kan Sampean itu?”

Saya memang merasakan kelelahan yang sangat, terutama sebelum Suami masuk ke ruang isolasi. Saya kurang tidur, badan meriang, nafsu makan nyaris tak ada. Beberapa kali harus bolak-balik mengantar suami cek ke laboratorium rumah sakit terdekat. Terkait saya dan anak- anak tidak ada yang terinfeksi, ini perkara qadha Allah. Dia sangat mengetahui seberapa besar beban yang mampu disangga oleh hamba-Nya.

Usia kita yang belum terlalu udzur, badan yang cukup tegap, sehat, tidak memiliki penyakit bawaan merupakan nikmat tersendiri. Namun, sadarkah kita, ada kalanya tuntutan pekerjaan atau aktivitas keseharian membuat kita kelelahan? Pasokan nutrisi belum tentu seimbang dengan kebutuhan badan. Jika demikian, apa yang terjadi? Imunitas kita melemah dan virus mengena sasarannya.

Memang, banyak juga penderita yang tidak menunjukkan gejala serius. Paling-paling hanya hilang indra penciuman dan rasa, ditambah meriang, batuk, dan pilek. Solusinya, istirahat dan mengonsumsi suplemen. Setelah itu, bisa sehat seperti semula. Akan tetapi, realitasnya, tidak semua kasus bisa selesai begitu saja.

Sebelum tervonis positif Covid-19, suami saya dinyatakan menderita tipes. Obat medis dan herbal tak memberi pengaruh apa-apa. Akhirnya, kami mengambil pilihan opname. Serangkaian pengecekan, mulai dari jantung, paru-paru, gula darah sampai tes swab Akhirnya, ditemukan kelainan pada paru- paru. Kabut putih pertanda infeksi banyak memenuhi rongga paru- paru. Hasil swab PCR pun positif.

Tak ada pilihan lain. Isolasi di rumah sakit menjadi alternatif terakhir. Sendirian, bersanding infus dan balutan ventilator oksigen. Hanya perawat berpakaian APD yang tak pernah kelihatan wajahnya saja hilir mudik menjalankan tugas.

Tusukan jarum suntik entah sudah berapa kali menyasar pangkal lengan kiri dan kanan suami saya hingga lebam, merah hitam. Menurutnya, nyeri yang sangat ia rasakan. Belum lagi, setiap malam ada obat yang proses masuknya membutuhkan waktu minimal 30 menit baru selesai dilakukan oleh perawat. Pengambilan sampel darah yang berulang kali, tak terbayang juga bagaimana sakitnya.

Sampai sebegitukah? Iya, memang demikian. Keluhan yang semula hanya agak panas dan gangguan tenggorokan, berubah total menjadi serangan batuk kronis yang luar biasa. Badannya semakin melemah dengan tarikan nafas pendek- pendek. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali berbaring tengadah saja. Bekal camilan, obat herbal, suplemen, maupun air panas, semua tak dapat dijangkau. Jangankan bangun, untuk sekadar miring saja badan sudah tidak bisa.

Akhirnya, dokter mengambil keputusan tranfusi darah plasma konvasalen. Alhamdulillah, berjalan lancar dan banyak kemudahan. Tidak seperti pada umumnya, darah yang cocok harus dicari dahulu melalui iklan.

Saat itu, saya sedang menyiapkan berkas untuk menuju PMI Yogyakarta. Tiba-tiba, ada telepon dari perawat yang menginformasikan baru saja ada seorang pasien penyintas covid (yang tidak kami kenal) mendonorkan darahnya. Masya Allah, semua telah diatur oleh-Nya. Allah itu dekat dan sangat dekat. Dia sedang menanti hamba-Nya merintih dalam doa untuk dipenuhi sesuai permintaannya.

Karena itu, barangkali saja ada orang-orang yang masih sehat, belum terlalu tahu beratnya penderitaan di ruang isolasi. Hingga ada asumsi umum, “Ada atau tidaknya Covid-19 tak akan sampai merenggut nyawa”. Padahal, bukankah ada kalanya stamina kita menurun? Di sinilah kemungkinan buruk, apa pun bisa saja terjadi.

Terlepas dari semua itu, keluarga yang di rumah pun tak kalah menanggung beban psikologis yang luar biasa. Keluar rumah tidak bisa, urusan ujian sekolah, skripsi, dan semua pekerjaan otomatis tertunda. Belum lagi, ada pandangan negatif sebagian orang, seakan keluarga pasien pun mengidap sumber penularan hingga harus dijauhi. Keluarga pasien sering dipandang sebelah mata.

Tidak ada enaknya bagi pasien dan keluarga menanggung semua ini. Meski uluran bantuan berupa sembako, menu matang setiap hari selalu datang di teras rumah. Namun, bukankah bukan itu yang kita cari? Kabar sehat, berlalunya masa kritis, itulah harapan satu-satunya yang membuat perasaan menjadi lega.

Bagaimanapun, rantai penularan wabah ini harus dicegah, meski kapan berakhirnya tak satu pun manusia bisa menjawabnya. Semua berpulang kepada Allah, Sang Pengatur dan Penggenggam segala keputusan.

Larangan pemerintah untuk tidak mudik pada liburan sepeti tahun sebelumnya, juga larangan keluar batas provinsi tanpa dokumen perjalanan yang benar, ada baiknya kita patuhi. Keluarnya addendum surat edaran yang di teken 21 April 2021 merupakan antisipasi arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan kasus penularan penduduk antardaerah sebelum dan sesudah Hari Raya (Detik News.com, 24/4/2021).

Hal yang perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah selaku pembuat keputusan, peraturan tersebut harus bersifat mengikat semua pihak, tidak tebang pilih atas dasar kepentingan apa pun. Semua pejabat yang duduk dalam kelembagaan negara, satu sama lain tidak boleh saling berselisih. Satu melarang, satu membolehkan. Sebab, jika demikian, bukankah menjadi sekadar banyolan kebijakan yang makin membuat rakyat tidak percaya?

Ada baiknya informasi terakhir tentang lonjakan kasus di India yang hampir menyerupai tsunami Covid-19 ditambah informasi adanya varian baru virus B1617 yang berpotensi mempercepat penularan, harus menjadi pelajaran. Mereka abai, berkumpul, dan merasa cukup puas dengan menurunnya jumlah kasus (Detik.com, 27/4/2021).

Sayangnya, dalam situasi parah, mengapa justru ada ratusan warga India yang diizinkan masuk ke Indonesia?

Terungkap informasi, mereka mengantongi bekal Permenkumham 26/2020 dengan kode penerbangan pesawat QZ988 dari Chennei menuju Bandara Soekarno Hatta. Lebih sekitar 12 orang penumpang dinyatakan positif Covid. Dirjen Imigrasi dan Kemlu tidak bersepakat atas tindakan tersebut dan mengimbau ketat agar arus masuknya WNA, terutama dari India dihentikan (Kompas.com, 24/4/21).

Itulah gambaran buruk yang makin tidak kita inginkan. Inilah hakikatnya jika peraturan atau undang- undang bersandar pada akal pikiran manusia semata. Selalu berubah, banyak kelemahan, menimbulkan paradox yang membingungkan. Bagaimana tidak, di satu sisi sekolah anak-anak dirumahkan, aktivitas masjid diperketat, tetapi di sisi lain, pusat perbelanjaan dibuka lebar. Mudik dilarang, namun tempat rekreasi dan kuliner tetap dibolehkan.

Sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi negara untuk mengambil prinsip solusi mandiri berdasarkan tuntunan Sang Pemilik kehidupan. Bayang-bayang atau bahkan dikte asing dan aseng yang berbau politik uang sudah waktunya untuk kita akhiri. Prioritas pada keselamatan jiwa masyarakat di atas segalanya. Segenap potensi pemikiran, dana mesti difokuskan ke sana.

Mereka yang terinfeksi mesti dirawat dengan pelayanan kesehatan terbaik dan dipisahkan dari lingkungannya. Sementara yang sehat, benar- benar diperhatikan, mendapat jaminan kesejahteraan, dan yakin bersedia mematuhi protokol kesehatan.

Tentu saja semua itu akan mudah terwujud dan mendapat dukungan rakyat ketika pemimpin dan aparatur negara memberikan keteladanan, konsekuen pada keputusan yang telah dibuat.

Berbekal keimanan, dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya kita mesti berprasangka baik. Semoga Allah segera mengangkat wabah Covid-19 ini hingga ke akarnya. Sehingga, kondisi menjadi aman dan normal seperti sedia kala. Sehingga, bisa kita nikmati keridlaan-Nya menaungi kehidupan kita. Wallahu’alam.

Artikulli paraprakE-KTP Transgender, Demi Kemanusiaan atau Pengakuan?
Artikulli tjetërMengembalikan Kemuliaan Perempuan Tanpa Kekerasan
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini