Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
(Penulis dan Pegiat Literasi)
“Pelit dan romantis itu susah bertemu,” pernyataan ini tidaklah salah jika kita melihat sebuah kisah Hindun istri Abu Sufyan datang mengadu kepada Nabi atas kebakhilan suaminya. Dia berkata, “Wahai Rasul, Abu Sufyan itu seorang laki-laki pelit. Ia tidak memberikan nafkah yang mencukupiku dan anak-anakku kecuali apa yang ku ambil darinya tanpa sepengetahuannya.”
Mendengar hal itu, Nabi berkata:
“Ambillah dari hartanya dengan cara yang baik sebanyak yang bisa mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu.” (HR Al-Bukhari dari Aisyah, Maktabah Syamilah)
Riwayat lain, Fatimah binti Qais bercerai dari suaminya. Kemudian ia dilamar oleh tiga laki-laki hebat, salah satunya Muawiyah bin Abi Sufyan. Namun nabi melarang, “Jangan terima lamarannya Muawiyah bin Abi Sufyan, ia miskin.” (HR Al-Bukhari dari Fatimah binti Qais, Maktabah Syamilah)
Abul Aswad Ad-Duali, seorang yang ahli bahasa di masa tabi’in, ia laki-laki bakhil. Suatu hari, ia lagi menyantap makanan yang sangat lezat, sementara seorang Arab badui sangat berharap diajak makan oleh Abul Aswad. Namun, laki-laki badui itu tidak mendapatkan apa yang diinginkan, karena Abu Aswad sudah berazam ia tidak akan memanggilnya.
Nabi menyarankan Fatimah binti Qais tidak terima lamaran muawiyah bin Abi Sufyan yang miskin, bukan berarti Nabi materialistis. Namun, itu terkait kehidupan Fatimah kelak, Ia seorang janda, jika menikah lagi dengan laki-laki miskin, pas-pasan, dan bakhil, tentu ekonomi keluarga menjadi terpuruk. Urusan menikah itu bukan hanya pekerjaan romantika, tapi yang mempertemukan antara banyak problematika. Salah satunya, perlunya ekonomi dalam keluarga dalam membangun serta mendidik dan menghidupi keluarga, dan laki-laki pelit serta miskin susah untuk diajak romantis.
Maka menjadi seorang suami tidaklah elok ketika memiliki sifat bakhil. Pasalnya, bakhil dan romantis itu sulit untuk dipertemukan. Bayangkan jika seorang istri yang lapar dan tertekan susah untuk memahami ucapan romantis karena di saat bersamaan suami menahan uang untuk beli kebutuhan pokok dalam keluarganya. Misalnya saja, seorang suami menahan uangnya untuk tidak memberikan susu bagi anaknya. Maka, kondisi yang ada bukanlah romantika rumah tangga, tapi justru terjadi pertengkaran yang berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga.
Di sinilah, perlu adanya edukasi pernikahan. Sebelum menjalin rumah tangga harus memahami bahwa memiliki sifat bakhil akan berdampak pada kehancuran dalam rumah tangganya.
Wallahu a’lam bishawab.