Oleh: Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
Telah tercatat 70 calon kepala daerah dan 100 orang penyelenggara pemilu terinfeksi virus Covid 19 termasuk ketua KPU, 4 orang diantaranya meninggal dunia. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyampaikan keprihatinannya terkait hal itu. “Betapa besar pengorbanan untuk Demokrasi”, ujarnya dilansir dari Bisnis.com (28/11).
***
Komentar:
1. Demokrasi lahir dari peradaban asing di luar Islam. Sistem ini berasal dari Yunani kuno, di negara kota Athena, dipimpin oleh Cleistenes pada tahun 508-507 SM. Sistem ini berkembang di Barat, termasuk di Inggris, Jerman, dan Amerika. Menjelang runtuhnya Khilafah Islam Turki antara abad 18 -19, demokrasi dikembangkan oleh Musthafa Kemal Attaturk. Demokrasi juga dipaksakan oleh negara-negara kolonialis di dunia Islam untuk mengembangkan misi ‘Gold, Glori, dan Gospel’-nya.
2. Demokrasi merupakan bagian dari hukum jahiliyah yang tidak boleh dilaksanakan. Sebab, di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa Dia-lah sumber hukum terbaik. Meyakini lalu mengambil demokrasi untuk digunakan dalam rangka menjalankan pemerintahan, maka muslimin akan digolongkan sebagai orang jahiliyah yang tak beriman.
Allah berfirman:
“Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki, maka hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Qs. Al maidah: 50)
3. Dasar demokrasi adalah sekularisme. Dengan sekularisme dan kebebasan tanpa batas, akan memberi peluang kepada orang-orang kafir untuk memimpin dan menguasai umat Islam dengan beragam kekayaan yang dimilikinya. Padahal, dengan syariat Islam, Allah berkehendak akan menjadikan kaum muslim sebagai khalifah/ pemimpin yang mengelola kekayaan alam dengan adil dan Makmur. Dengan Islam pula, akan menjadi jalan bagi kholifah untuk membebaskan dunia dari penjajahan dan merealisasikan Islam rahmatan lil alamin.
4. Demokrasi juga memberi peluang pada sesuatu yang haram menjadi halal. Seperti pelarangan minol (minuman beralkohol) saat ini yang mendapat penolakan dari banyak pihak. Alasannya karena keberagaman dan tidak adanya korelasi antara minol terhadap tindak kejahatan. Padahal, Allah menjelaskan bahwa ciri orang beriman adalah “sami’na wa atho’na”, yaitu menerima dengan ikhlas segala ketetapan yang ada dalam agama.
5. Demokrasi memelihara kebohongan. Demokrasi kerap mempromosikan sistem prorakyat. Faktanya justru menciptakan kekuasaan oligarki dan mengkhianati rakyat sendiri. Bahkan, kini demokrasi berpotensi memberi peluang kepada politik dinasti.
Suara rakyat hanya berguna saat pemilu saja, selama setahun penuh rakyat dipecundangi. Padahal, Rasulullah mengajarkan agar memanfaatkan amanah kepemimpinan dengan baik. Artinya, sifat jujur dan terpercaya haruslah selalu mengiringi jiwa-jiwa para pemimpin.
6. Rasulullah Saw tidak pernah mengajarkan kebohongan, apalagi pembangkangan terhadap syariat Islam. Rasulullah menjelaskan bahwa hanya dengan berpegang kepada syariat Islam lah manusia akan tertunjuki kepada jalan yang benar, jalan yang diridhai Allah. Yaitu, jalan yang mengantarkan manusia beroleh kebahagiaan abadi di surga.
Rasulullah telah berpesan, “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan Sunnahku.” (HR. Al hakim)
Jika saat ini kaum muslim mengikuti jalan orang asing jahiliyah yang tak beriman, akankah Rasulullah mengakui kita sebagai umatnya dan memberikan syafaatnya pada kita yang tidak sepenuh hati menjadikan beliau sebagai super leadership ?
7. Membentuk peradaban Islam yang bermartabat dan disegani dunia adalah dengan mengambil tuntunan yang diajarkan Rasulullah secara menyeluruh, tidak hanya memilih pada aspek yang disukai saja. Dari aspek ekonomi, politik, sosial, pertahan keamanan, politik luar negeri, dll haruslah bersumber dari Islam. Dengan sistem khilafah, kaum muslim akan terlindungi akidah, negara, dan kekayaan alamnya. Dengan menapaki jalan warisan Rasul, maka kelak atas rahmat Allah, kita akan beroleh syafaatnya. Wallahu a’lam bi ash-showab.