Oleh: Nunik Umma Fayha
Linimasanews.com—Rajab bulan mengingatkan perjalanan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memenuhi panggilan Rabb-Nya dalam peristiwa Isra Mi’raj, sekaligus bulan kesedihan umat Islam dengan runtuhnya penopang umat, Daulah Islamiyah terakhir.
Isra Mi’raj menjadi perjalanan suci penuh makna, hiburan atas kesedihan dan kesabaran Rasulullah menerima takdir ditinggalkan dua orang yang sangat berarti. Yaitu, Abu Thalib, paman yang mengasihi dan selalu menjaga beliau yang berpulang tanpa membawa iman pasca peristiwa pemboikotan.
Tiga bulan kemudian, Khadijah, istri shalihah menyusul tutup usia. Ath Thahirah menjadi gelar beliau, sang perempuan suci. Khadijah orang pertama yang mengimani Rasulullah, yang menginfakkan seluruh harta dan dirinya bagi perjuangan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam. Kehilangan dua sosok penting membuat Rasulullah sangat sedih. Tahun tersebut dinamai ‘amul huzni’, yaitu tahun dukacita (Rasulullah Teladan Utama, Sygma Daya Insani).
Isra Mi’raj adalah saat Rasulullah menerima perintah shalat fardhu lima waktu. Perintah ini langsung dari Pemilik Langit yang diberikan kepada Rasul-Nya di langit (Muhammad, a Mini Story for Children, Tim Triaksara). Perintah khusus ini diberikan langsung, tanpa melalui perantara, perintah yang hanya diberikan bagi umat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, perintah yang menjadi penanda tegaknya Iman umat Islam.
Rajab juga bulan memorial (peringatan) bagi para pejuang Islam kaffah. Tahun 2023 ini, genap 102 tahun umat Islam bagai anak ayam kehilangan induk, tidak lagi punya pelindung, tak ada lagi pemimpin. Umat Islam dipecah-belah, dilemahkan, baik secara wilayah, secara fisik, terlebih imannya.
Umat Islam saat ini benar-benar sedang larut dalam kekalahan perang pemikiran, tidak sadar telah dijauhkan dari Islam dan merasa cukup keislamannya hanya dengan menjalankan ibadah mahdhah. Umat merasa sudah paling shalih ketika shalatnya sudah dilengkapi shalat sunah, puasa, zakat. Seolah hanya itulah Islam.
Begitu pun dalam taklim. Materi ajar agama Islam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi tidak jauh dari shalat, puasa, zakat, thaharah. Dalam setiap kajian, hanya dibahas tata cara ibadah mahdhah.
Sejatinya, sedang terjadi ‘brain washing’ yang tidak disadari umat. Semua itu adalah hasil dari strategi global. Semuanya ‘by design’. Gerakan berdasar ‘grand design’ penghancuran umat ini telah diawali ratusan tahun silam, yang terutama dipantik kekalahan atas Perang Salib.
Seperti dikatakan Winston Churcil, pahlawan Inggris yang gagal menaklukkan Turki Utsmani. Pada suatu kesempatan bersama para ahli perang Eropa, ia berkata, ‘Muslim itu ibarat ikan dan air kolam adalah ajarannya. Selama mereka berada dalam ajarannya, maka kita tidak bisa mengalahkannya.’ Maka mereka membuat makar untuk mengosongkan kolam (fp. Bani Tanah Melayu).
Perang pemikiran diawali Barat dengan kesadaran ini. Para pembenci Islam yakin bahwa Muslimin bila dihancurkan secara fisik, pasti akan memberikan perlawanan keras. Maka, menghancurkan secara halus melalui pemikiran akan lebih mudah.
Di lain pihak, umat tidak menyadari bahaya yang mengintai lebih dari sekadar bahaya fisik, yaitu penghancuran iman. Umat sedikit demi sedikit dijauhkan dari pemahaman Islam yang shahih. Umat dibuat menyetujui dan bangga pada apa pun yang berasal dari Barat.
Barat bersatu membuat makar hingga umat tidak tahu bahwa Rasulullah bukan hanya seorang Nabi pembawa risalah terakhir. Risalah yang dibawa Muhammad shalallahu alaihi wassalam pun tidak sekadar perintah shalat, puasa, zakat dan semacamnya. Mayoritas umat tak paham bahwa Rasulullah adalah seorang kepala negara yang sangat disegani, kepala negara yang meletakkan dasar kepemimpinan yang memberikan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya.
Rasulullah Muhammad ibnu Abdullah juga adalah seorang panglima perang yang ditakuti di setiap medan jihad. Bahkan, pada Perang Tabuk, pasukan Romawi tidak berani keluar kota menghadapi pasukan Islam. Karenanya, meski disebut perang, tapi tidak terjadi pertumpahan darah. Yang terjadi adalah ‘psy war’, perang urat saraf yang memunculkan ketakutan bangsa Romawi atas nama besar Rasulullah, sang pemimpin jihad.
Semua ketidakpahaman umat ini dikemas seolah semua hanya cerita untuk diketahui saja, tak perlu dibahas, tidak pula untuk dicermati dan dipelajari. Begitu piawai Barat menipu umat. Mereka bahkan menggunakan lisan kaum Muslim yang telah mereka cabut dari akarnya. Pada mereka ditanamkan pemahaman bahwa Barat itu hebat, Barat adalah kemajuan, sementara Islam adalah keterbelakangan.
Umat Islam dipaksa untuk menjadi inferior. Kebesaran Daulah Islam ditutup dengan kisah yang mereka buat. Sebagaimana kebesaran Sulaiman al Qanuni yang mempersatukan dua pertiga dunia di bawah Daulah Khilafah Islamiyah, mereka buatkan film yang merendahkan kemampuan dan kefakihannya.
Begitulah makar Barat. Dengan kepicikannya, Barat melestarikan ketakutan dan kemarahan atas Perang Salib dengan terus membuat ujaran kebencian, baik lisan maupun perbuatan. Mereka membuat film, menerbitkan kartun yang menghina Islam dan Rasulullah, membakar Al-Qur’an. Sejatinya, itu adalah bentuk ketidakberdayaan dan kemarahan atas kondisi umat Islam di Barat yang terus berkembang, bentuk inferioritas dan ketakutan mereka.
Karena itu, dibuatlah label yang membuat umat Islam takut dengan ajaran agamanya sendiri. Sudah saatnya umat bangun dari tidur panjang. Bangkit bersatu melawan kepicikan Barat dan merajut cita-cita mencapai khairu ummah (umat terbaik).