Suara Pembaca
Jauh panggang dari api. Begitulah mata air keadilan di negeri ini. Meski disebut negara hukum, namun hukum seakan tumpul ke atas, hanya tajam ke bawah. Betapa banyak gambaran jomplang yang menyayat hati rakyat.
Tragedi Kanjuruhan awal Oktober tahun lalu memberikan luka yang teramat dalam pada keluarga korban dan masyarakat pada umumnya. Tragedi yang menelan banyak korban itu membuat masyarakat meminta pemerintah mengusut tuntas aparat dan pelaku lainnya.
Nahas, putusan sidang Sabtu kelabu di Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam, menuai polemik. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis bebas pada dua terdakwa yang merupakan anggota polisi. Majelis Hakim menyebut keduanya tidak terbukti melakukan tindak pidana terkait kasus tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 orang (18/3).
Betapa miris, seakan-akan hukum tampak mandul dan mengeringkan mata air keadilan. Seharusnya, pengusutan tuntas itu tak berhenti pada aparat yang menjaga laju pertandingan berlangsung, tetapi seluruh korporasi dari penyelenggara sampai pimpinan klub sepakbola juga tak lepas dari jerat penyidikan. Namun, beginilah potret keadilan di negeri yang mendedikasikan diri pada sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme merupakan hukum buatan manusia yang sudah pasti cacat dan lemah. Sebab, aturan yang dibuat berdasarkan penilaian manusia terkadang objektif, kadang pula subjektif. Manusia sendiri adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan butuh pada yang lain.
Itulah penyebab hukum bisa direvisi dan diubah sesuai kepentingan yang ingin dicapai. Aturan bisa diganti jika menyalahi kepentingan tertentu. Dengan ini, jelas, aturan agama tak dibiarkan masuk dalam ranah kehidupan oleh sistem kapitalisme. Hal ini jelas berbeda secara dengan hukum Islam.
Islam agama yang sempurna dan sesuai fitrah. Kesempurnaannya terjamin karena berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna, Allah SWT. Hukum Islam tidak pandang bulu. Siapa pun yang melanggar syariat Islam, akan ditakzir atau disanksi sesuai ketentuan syariat Islam.
Urusan nyawa bukanlah perkara main-main. Maka, qishos akan ditegakkan kepada siapa pun, sesuai syariat Islam. Baik sengaja atau tidak sengaja atau mirip dengan sengaja, semua ada ketentuannya.
Islam menjaga agama, akal, dan jiwa. Jangankan 100 nyawa, satu nyawa yang terbunuh, akan diusut tuntas. Meski pelakunya adalah penguasa, ia harus menanggung perbuatannya. Sanksi Islam berfungsi sebagai pencegah bagi yang lain melakukannya lagi, sekaligus penghapus dosa bagi pelaku kelak di akhirat.
Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Ummat)