Suara Pembaca
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemenristek Dikti) akan membuat marketplace atau lokapasar yang akan digunakan sebagai talent pool tenaga guru. Ide Mendikbudristek Nadiem Makarim tersebut dikritik karena dinilai tidak pantas dan seolah menyamakan guru dengan barang dagangan. Salah seorang guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) Kota Bekasi, Maryani, menilai gagasan Nadiem dinilai merendahkan martabat guru (27/5).
Pendidikan adalah pilar penting dalam membangun sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM menentukan maju mundurnya sebuah masyarakat dan peradaban. Dalam dunia pendidikan, guru adalah elemen vital yang berperan penting untuk mengajar dan mendidik generasi bangsa. Itu adalah tugas yang mulia. Sudah seharusnya mereka diposisikan mulia.
Namun, realita guru di dalam peradaban kapitalisme dilihat dengan sudut pandang yang berbeda. Mereka dianggap sebagai komoditas bisnis yang bisa diperjualbelikan. Jasa mulia mereka tidak dihargai dengan nilai yang sepadan. Berbeda dengan penyanyi, artis, dan pesohor lain yang lebih dihargai.
Seyogianya negara memperhatikan kesejahteraan hidup guru agar bisa fokus dalam mencetak generasi cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan dunia. Negara harus mengalokasikan dana yang cukup untuk urusan ini. Negara mendorong dan memfasilitasi mereka untuk memberikan pendidikan terbaik bagi generasi. Bukan menyediakan marketplace dan menjajakannya seperti barang dagangan.
Islam sangat menghargai guru dan ilmu. Sebagaimana di zaman Rasulullah SAW, tawanan Perang Badar boleh bebas setelah mengajari anak-anak. Gaji guru tersebut sekitar 15 dinar (kurang lebih Rp15 juta rupiah sekarang), dan siapa saja yang menulis buku akan mendapatkan hadiah emas seberat buku yang ditulisnya.
Mayang Trisna Wardani
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun-Bogor)