Suara Pembaca
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton pada 2021. Dari total tersebut, pemerintah menyepakati alokasi impor garam industri sebanyak 3,07 juta ton. Agus menjelaskan sebanyak 1,5 juta ton garam akan dipenuhi dari produksi garam lokal. Rinciannya, 1,2 juta ton dari industri besar pengolahan garam dan 300 ribu dari Industri Kecil Menengah (IKM) (24/9).
Gelar negara maritim bagi negeri ini nampaknya tak menjamin memiliki stok garam yang melimpah. Hal ini terlihat dari keputusan pemerintah membuka keran impor garam. Tidak tersedianya stok garam untuk industri selalu menjadi alasan utama untuk impor garam.
Memang sangat ironis, luasnya lahan petani garam yang terbentang dari Sabang hingga Merauke masih belum mencukupi kebutuhan garam negeri ini. Benarkah demikian? Atau ada alasan lain? Hanya para pembuat kebijakanlah yang tahu.
Sudah menjadi rahasia umum, nasib petani garam memang tak semanis para importir. Kualitas garam lokal yang tak sekelas garam impor turut menjadi dalih impor garam. Petani garam pastinya menginginkan garam lokal berkualitas selevel garam impor. Namun, bisakah level kualitas garam lokal skala nasional ditingkatkan secara menyeluruh?
Impor garam sebenarnya tak layak dilakukan negara maritim yang diapit dua samudera. Apalagi stok garam melimpah, jumlah sumber daya manusia pun sangat banyak. Namun sayang, potensi strategis negara maritim belum mampu dioptimalkan.
Nanik