Oleh: Nurlela
Linimasanews.com—“Sudah jatuh tertimpa tangga pula,” peribahasa ini mungkin bisa menggambarkan kondisi Kota Bogor saat ini. Curah hujan ekstrem yang sempat mengguyur Kota Bogor beberapa pekan yang lalu tidak hanya menyisakan duka karena banyaknya bencana yang ditimbulkan, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, hingga adanya korban jiwa akibat bencana yang terjadi. Kini, Kota Bogor dihadapkan pada permasalahan lain, yakni banyaknya infrastruktur di Kota Bogor yang mengalami kerusakan.
Tebing di ujung jembatan sungai Cisadane di jalan Darul Qur’an, Bogor Barat, Kota Bogor, mengalami longsor pada Selasa (11 Oktober 2022). Longsor mengakibatkan lubang menganga di kolong aspal. Namun, hingga kini, kerusakan jalan akibat longsor belum diperbaiki, bahkan tidak ada petugas yang melakukan perbaikan di titik longsor tersebut.
Jalan Darul Qur’an yang merupakan jalan utama dan akses terdekat menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor harus ditutup total untuk semua jenis kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Akibatnya, banyak pengendara yang harus memutar jalan. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bogor, Chusnul Razzi menyatakan, belum dilakukannya perbaikan di karenakan pihaknya masih menunggu pembuatan desain untuk perbaikan tebing yang longsor (Detiknews.id, 18/10/2022).
Keberadaan infrastruktur yang identik dengan sarana dan prasarana seperti jalan raya, jembatan, gedung sekolah, rumah sakit, saluran pembuangan, dan lain-lain dalam suatu negara merupakan hal yang sangat penting. Keberadaan infrastruktur tidak hanya memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam beraktivitas, tetapi juga memudahkan dalam pendistribusian barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan, keberadaan infrastruktur menjadi faktor penunjang perekonomian suatu negara. Sehingga, menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan infrastruktur yang memadai.
Seharusnya, negara sebagai pemegang kebijakan bergerak cepat dalam menangani segala permasalahan yang terjadi termasuk di dalamnya apabila ada sarana publik yang di butuhkan oleh masyarakat yang mengalami kerusakan. Lambatnya penguasa dalam menangani masalah tersebut menunjukkan ketidaksiapan penguasa dalam pembangunan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kondisi perekonomian di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Utang luar negeri yang semakin membengkak, angka kemiskinan yang semakin tinggi, sulitnya mencari pekerjaan, dan permasalahan lainnya disebabkan karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler di negeri ini.
Sistem kapitalisme dengan segala ide kebebasannya, salah satunya adalah kebebasan kepemilikan menyebabkan kekayaan alam yang melimpah di negeri ini justru pengelolaannya diserahkan kepada asing dan swasta, bahkan banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di negeri ini yang diprivatisasi. Sehingga, wajar apabila negeri ini tidak memiliki dana yang memadai untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat karena hanya mengandalkan pajak sebagai sumber utama pemasukan keuangan negara. Hal ini mengakibatkan banyak infrastruktur di negeri ini yang pembangunannya diserahkan kepada asing maupun swasta.
Tidak hanya itu, keberadaan penguasa dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator saja. Sehingga, penguasa lupa bahwa menyediakan infrastruktur yang memadai yang di butuhkan rakyat adalah bagian dari pelaksanaan kewajibannya sebagai pelayan umat.
Berbeda dengan sistem Islam dalam menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat. Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab negara karena ia adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Islam pun memandang bahwa pembangunan infrastruktur termasuk kategori kepemilikan umum sehingga pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan tidak boleh diserahkan kepada asing ataupun swasta.
Tidak hanya itu, di dalam, Islam pembiayaan pembangunan infrastruktur berasal dari Baitulmal yang bersumber dari harta kepemilikan umum atau harta kepemilikan negara dan bukan berasal dari uang rakyat. Karenanya, negara akan mengelola sumber daya alam yang dimiliki dengan mandiri sehingga negara memiliki dana yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya penyediaan infrastruktur untuk rakyat.
Negara pun akan membuat rencana tata ruang dan wilayah dengan sedemikian rupa sehingga mengurangi transportasi yang di butuhkan. Karenanya, di dalam Islam, ada dua kategori dalam pembangunan infrastruktur, di antaranya :
Pertama, infrastruktur yang penting yakni apabila tidak dibangun akan menimbulkan bahaya bagi masyarakat, seperti rumah sakit, gedung sekolah utama, universitas, jalan utama, atau saluran air minum. Maka, keberadaan infrastruktur ini harus dibangun meskipun dana di Baitulmal tidak mencukupi.
Untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut sementara dana di Baitulmal tidak mencukupi, negara bisa memungut pajak (dharibah) dari rakyat. Namun, pajak hanya diambil dari kalangan orang kaya saja yang memiliki kelebihan harta, sementara pajak tidak dipungut dari orang-orang yang tidak memiliki harta ataupun dari orang kafir. Pungutan pajak akan di hentikan manakala biaya yang dibutuhkan sudah terpenuhi.
Namun, apabila pembangunan infrastruktur sangat mendesak dan harus segera dilakukan sementara pengambilan pajak membutuhkan waktu yang lama, maka negara bisa meminjam uang kepada pihak lain. Namun, pinjaman tersebut tidak boleh disertai bunga (baca: riba).
Kedua, infrastruktur yang tidak begitu mendesak, tetapi masih dibutuhkan, maka pengadaannya masih bisa ditunda seperti jalan alternatif, gedung sekolah tambahan, perluasan masjid, dan lain-lain. Pembangunan infrastruktur jenis kedua ini tidak boleh dilakukan apabila negara tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun infrastruktur tersebut, apalagi dengan berutang. Pembangunan bisa dilakukan apabila negara sudah memiliki dana yang berlebih.
Inilah sedikit gambaran bagaimana Islam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Penerapan syariat Islam yang kaffah dalam bingkai khilafah mampu memberikan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat, salah satunya adalah pengelolaan sarana publik yang diridhoi, sesuai syariat Islam, bukan berdasarkan untung rugi, atau hanya sekadar mengejar prestasi semata.
Sudah saatnya, negeri ini mencampakkan sistem kapitalisme yang nyatanya hanya memberikan kesengsaraan kepada rakyat dan beralih kepada aturan yang berasal dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT.
Wallahu a’lam.