Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd. (Penulis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang, Tim Media Komunitas Remaja Muslimah Meranti, Riau)
Pemuda! Menikmati kehidupan dunia dan lalui fase demi fase, membuat kalian akan dibenturkan pada sisi tajam kesadaran hakiki bahwa dunia ini ada akhir yang pasti.
Dinanti ataupun tidak, satu janji itu pasti akan datang menjemput, tanpa salam, tanpa alarm. Ia datang tepat waktu, tanpa malu-malu sampaikan batas, “Sudah waktunya alarm berpulang, sahut-menyahut dengan linangan air mata para kerabat dekat.”
Ketika masa itu datang secara tiba-tiba, tanyakan pada hatimu yang selalu memberontak berkata tidak pada ketaatan, “Apakah pantas suatu ketika kelak dipan-dipan kenikmatan menyambutmu dengan kudapan keabadian?”
Ketika kau melihat jemari-jemari tanganmu yang kian cepat geraknya menari di atas androidmu hanya sekadar kejar-mengejar cuan, tak ingat halal haram, tak kenal siang malam, apakah tidak berdenting alarm di dadamu bahwa hari-harimu jauh dari harapan penciptamu?
Ketika kau bangga berpesta pora menerima reward-reward duniawi yang hedonis, hingga kau kesampingkan para pengemis, tidakkah hatimu menangis, bahwa nikmat ini manis, tapi akan segera habis?
Ragamu bisa kau tipu dengan gemerlap dunia. Tapi tidak dengan fitrah hatimu, yang di dalamnya selalu bergejolak dan terus memanggilmu untuk sadar bahwa duniamu sedang tidak baik-baik saja.
Andai matamu sejenak kau rehatkan dari kesibukan dunia, lihatlah saudaramu! Saudaramu berteriak minta berhari raya di Palestina sana. Mereka menangis rindukan hidup merdeka. Lihat pula di bagian bumi lainnya, seonggok manusia rakus berlomba-lomba menguras isi dunia hanya untuk berfoya-foya!
Andai kesadaran itu masuk bertemu jiwamu, hatimu, pikiranmu yang terus menerus bergejolak, tentu akan kau sadari bahwa tugasmu bukan untuk menunggu mati dan pergi tanpa bakti kepada negeri.
Hari ini kau muda, belum tentu pada keesokan tahunnya. Hari ini kau berjaya, belum tentu lusa juga akan berjaya. Karena, di luar sana masih banyak penipu ulung. Mereka membawa seluruh bangkai dunia ibarat tahta raja, menipu, menutup mata batin yang rindu kedamaian.
Pemuda, hari ini kau bisa berkata “Aku baik-baik saja”. Tapi, tidak dengan hatimu yang fitrahnya terlahir sebagai pejuang. Kau ditipu. Kau dijauhkan dari agamamu. Kau tak terjaga. Kau terluka tanpa terasa.
Dunia bisa saja membisikkan, “Kau yang terbaik,” hingga bisikan itu melenakan, membuat fitrahmu sebagai pemimpin bungkam dan larut dalam mimpi. Dunia bisa saja menyilaukan, tapi hati kecilmu selalu bergejolak menuntut perhatian.
Lihatlah sejenak! Lingkungan sekitarmu sedang tidak baik-baik saja. Kau boleh bahagia dengan android kamu saja. Lalu, duduk di sofa cafe bercanda ceria dengan rekan-rekan sebaya, hunting gaming seakan dunia maya hanya milik kalian saja. Tapi, lihatlah sejenak di luar sana! Ada tangisan anak kecil yang minta bahagia. Ada luka dan perih yang ingin ia adukan pada Tuhannya karena kau tak mau tahu dan tak memiliki ilmu tentang saudaramu, dukanya, dan dunianya.
Bukankah kau sadar, ketika Islam telah kau nobatkan menjadi petunjuk hidup, siapa pun mereka yang juga ikrarkan syahadat yang sama juga telah dipersaudarakan denganmu?
Bukankah Tuhanmu dan Tuhan mereka sama? Bukankah harapanmu dan harapan semuanya juga sama? Lantas, kenapa medan juangmu berbeda? Kau mati rasa, sebelum mati jiwa raga.
Pemuda adalah agen perubahan. Jika perubahan yang kau bawa adalah buruk, maka buruk peradabanmu kelak. Namun, jika perubahan yang kaubawa itu baik, maka baik pada kesudahannya.
Pemuda, kau bisa saja berkata lelah. Tapi tidak dengan musuh-musuh kita. Mereka punya sejuta cara untuk merusak. Mereka benci. Mereka benci dalih candu keabadian. Kau diajak untuk dirusak, tanpa sadar, tanpa tapi. Sangat mudah kau mengikuti, lalu berhenti dan menyesali.
Pemuda, potensimu bukan untuk santai hingga mati. Yang disibukkan dengan chip dan cuan di kedai-kedai kopi. Sadarilah, potensimu untuk bangkit, meniti langkah-langkah baru yang sedikit berbeda dari aktivitas hewani, tidak sekadar menikmati makan dan minum, tidak sekadar bahagia sejenak memiliki pasangan. Tidak sekadar terkapar lelah dan tidur sepanjang hari libur, dan tidak sekadar itu.
Kalian terlahir sebagai pejuang, bukan sebagai pemburu uang. Kalian terlahir sebagai pengubah yang rusak, bukan objek yang dirusak. Sadarilah! Karena muda hanya sekali, namun bahagia dijanjikan abadi. Pulanglah ke medan juangmu!
Pemuda Islam, pemuda dambaan kebangkitan umat. Pemuda Islam, garda terdepan penyelamat umat Islam. Di tangan kalian, masa depan kejayaan Islam dipertaruhkan.