Perselingkuhan Tinggi, Mengapa Terjadi?

0
178

Oleh: Retno Asri Titisari (Pemerhati Generasi dan Sosial Ekonomi)

Linimasanews.com—Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia dan keempat di dunia sebagai negara dengan kasus perselingkuhan terbanyak. Tentu saja berita ini mencengangkan. Apalagi negeri ini mayoritas Muslim.

Fakta tersebut dilandasi oleh hasil survei yang dilakukan Justdating, sebuah aplikasi pencari teman kencan. Jika dilihat, memang bukanlah lembaga survey resmi, bahkan menggunakan teknologi kekinian yang mungkin hanya untuk mengisi luang atau pengisi bosan. Namun, laporan World Population Review juga menyebutkan, ada beberapa negara dengan perselingkuhan yang sangat umum terjadi. Luar biasanya, Indonesia berada di peringat keempat setelah Amerika.

Apakah seburuk itu sistem sosial negeri ini? Terlebih, belum lama ini dikabarkan, persentase dispensasi nikah karena hamil cukup tinggi pada remaja. Tentu saja ini tamparan besar. Angka tersebut menggambarkan merebaknya free sex remaja.

Ditambah fakta selingkuh, sungguh miris. Padahal, perselingkuhan perselingkuhan jelas bukan hubungan legal. Hal ini menampakkan adanya pengabaian syariat Islam dan pembebasan hawa nafsu yang merebak.

Inilah khas penerapan kapitalisme liberal yang mendewakan kebebasan, salah satunya kebebasan tingkah laku. Orang dibebaskan untuk menakar bahagia dan tidak bahagia. Puas dan tidak puas berdasarkan nafsu manusia. Akhirnya, menjadi alasan pemakluman perselingkuhan.

Mengapa angka perselingkuhan ini menjadi target survei dan dipublikasikan? Adanya survei menunjukkan fakta merebaknya perselingkuhan sebagai alternatif tindakan dan pelarian dari rusaknya institusi pernikahan. Adanya ide-ide rusak yang beredar dan diumbarnya aurat lawan jenis serta aktivitas curhat online, akhirnya menjadikan masalah rumah tangga tidak terselesaikan, lalu kabur mencari pelarian.

Inilah yang terjadi ketika umat makin dijauhkan dari agama dan metodologi belajar Islam yang benar. Kelemahan berpikir dan kelemahan iman membuat masyarakat Islam suka yang instan dan serba mudah (pragmatis).

Di samping itu, negara menjadikan ini sebatas bisnis, sepanjang aplikasi survei tersebut legal dan laku, maka cuan mengalir lewat perizinan yang dibayar. Alhasil, rakyat makin rusak karena tak memiliki benteng, tanpa filter pemikiran dan pelindung secara fisik.

Sementara itu, negara Islam (Daulah Khilafah Islamiyyah) memandang mulia pernikahan. Allah SWT berfirman,

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (istri-istrimu) telah megambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS. An-Nisa’: 21)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan “mitsaqan Ghalizon”, ia mengutip hadits shahih dari Jabir dalam kitab Shahih Muslim yang menyatakan bahwa ketika seorang laki-laki mengambil perempuan dari orang tuanya dengan maksud dinikahi, berarti laki-laki tersebut telah melakukan perjanjian atas nama Allah sebagaimana ia telah menghalalkan melalui kalimat Allah.

Lafal “mitsaqan ghalizon” juga diartikan Sayyid Qutub pada Tafsir Fi Zhilaalil Qur’an, merupakan perjanjian akad nikah dengan nama Allah.

Pernikahan ini adalah perjanjian yang kuat yang tidak akan direndahkan. Dengan begitu, pasangan (suami dan istri) mesti menghormati perjanjian yang kuat ini. Ikatan pernikahan adalah ikatan yang tidak main-main.

Namun, mampukah ini ditanggung hanya oleh individu? Tentu saja berat, sebagaimana realitas di sistem kapitalisme ini. Karena itu, hal ini membutuhkan sistem yang menopang agar kewajiban pasutri dan perintah pernikahan tetap bernilai ibadah dengan benar.

Keberlangsungan pernikahan tidaklah wajib dijaga oleh pasangan suami istri saja, namun juga oleh masyarakat . Bahkan, Islam mewajibkan negara untuk ikut menjaga kuatnya ikatan pernikahan dengan berbagai hukum atau aturan yang diterapkan dalam berbagai aspek terkait sistem sosial, yaitu terpisahnya interaksi laki-laki dan perempuan secara sempurna, kecuali ada kebutuhan yang diperbolehkan syariat seperti muamalah, kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Sistem pendidikan Islam pun akan menjadi sarana menanamkan pemahaman dan tsaqofah Islam yang benar. Negara mewujudkan kebersihan pemahaman Islam dengan seleksi pemikiran yang tidak hanya mengedepankan keilmuan, tapi juga dibangun dengan keimanan. Sistem ekonomi Islam yang dijalankan dengan muamalah-muamalah syar’i memampukan rakyat mendapatkan kebutuhan hidup dengan jalan halal.

Dengan demikian, penjagaan pernikahan membutuhkan pilar-pilar penting yang ditopang negara. Hal itu hanya bisa dengan Khilafah Islamiyyah.

Artikulli paraprakPengangguran Meningkat Bukti Rusaknya Ekonomi Kapitalis
Artikulli tjetërMemorial Rajab
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini