Suara Pembaca
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin besar dan memakan banyak korban. PHK tidak hanya terjadi pada karyawan tetap saja, karyawan kontrak pun bernasib sama dan lebih tragis.
PHK pada karyawan tetap masih cenderung sulit dilepas karena adanya sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan, bagi karyawan kontrak, PHK bisa langsung terjadi dengan tidak dilanjutkan masa kerjanya. Sehingga, PHK menjadi mudah dan jumlah pekerja yang terputus kontraknya semakin besar.
Hal ini imbas dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja pada tahun 2022 kemarin. Yaitu, dalam poin perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Hingga, pekerja kontrak bisa kapan saja didepak.
Alhasil, maraknya PHK massal akan menimbulkan dampak lanjutan seperti banyaknya pengangguran, ekonomi semakin sulit, meningkatnya kriminalitas dan sebagainya. Nasib rakyat semakin tersenggal untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di sisi lain, negara justru memberikan kesempatan terbuka untuk pekerja asing. Baik karena perjanjian kerjasama yang mengharuskan tenaga kerja dari negara asal ataupun kemudahan yang diberikan negara dalam memberikan visa bekerja bagi orang asing. Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada asing bukan rakyatnya sendiri.
Sungguh miris! Inilah salah satu gambaran buruknya sistem kapitalis saat ini, salah satunya dalam praktik ketenagakerjaan. Negara mencukupkan diri hanya sebagai regulator bukan periayah yang menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Dalam Islam, fungsi negara bukan hanya sebagai regulator, tetapi sebagai pelindung dan periayah urusan rakyat. Bukan seperti sekarang yang mencukupkan diri dengan membuat regulasi seolah sudah mengurusi rakyat. Padahal, negara sedang berlepas diri dari kewajibannya. Ini sebuah kedzaliman.
Dalam sebuah hadist, ” Seseorang yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurusi kepentingan umat, tetapi ia tidak memberikan nasihat kepada mereka, tidaklah akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)
Dalam hadist lain, “Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika Islam tidak dijadikan sebagai aturan hidup manusia, segala bentuk kedzaliman akan terus bermunculan. Maka, untuk mengatasi segala bentuk kedzaliman saat ini tidak lain hanyalah dengan kembali pada Islam, sebuah mabda yang akan mengatur manusia dengan standar syariah bukan dengan lainnya. Dengan Islam, kedzaliman akan senantiasa diminimalisir.
Nurul Afifah, Surabaya