RUU HPP Diketok, Pajak Dipatok

0
245

Oleh: Dia Dwi Arista
(Aktivis Muslimah Pasuruan)

Linimasanews.com—Negara pengguna kapitalisme sebagai sistem ekonomi, tak akan pernah meninggalkan pajak dalam daftar pemasukan negara. Slogannya, semakin besar pajak semakin besar pendapatan negara. Bukankah ini sebuah ironi di negeri gemah ripah loh jinawi?

Pemerintah telah mengetok RUU HPP menjadi UU HPP (Undang-Undang Peraturan Perpajakan) belum lama ini. Ketukan palu ini pun menandai jika pajak kembali dipatok. Pajak yang awalnya 10 persen didongkrak menjadi 11 persen dan akan berlaku pada April tahun 2022 mendatang. Tak hanya itu, kenaikan pajak ini akan terus berlanjut hingga pajak mampu menjadi tulang punggung negara terbesar (cnnindonesia.com, 7/10/2021).

Kegigihan pemerintah dalam mengerek pemasukan melalui pajak tak hanya sampai di sana, diwartakan bisnis.kompas.com (10/10/2021), dalam UU HPP Sri Mulyani juga menjadikan nomor NIK (Nomor Induk Kependudukan) menyatu dengan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Penyatuan ini bertujuan agar terjadi efisiensi dalam pembayaran pajak dan administrasi. Pemerintah seakan berjuang dengan segala daya dan upaya agar pembayaran pajak mulus bak jalan tol.

Ironi Kebijakan

Indonesia terkenal dengan sumber daya alamnya yang kaya. Mulai dari tambang mineral, minyak, bahkan hasil laut yang luar biasa. Ironisnya, negara sekaya ini masih saja gigih mencari celah untuk mencomot pajak. Bahkan sembako dan jasa pendidikan pun tak luput dari tajamnya mata pencari pajak. Meski dengan dalih sembako dan jasa pendidikan yang dikenai pajak adalah yang bersifat premium. Apakah pemerintah tak sadar jika ada jalan mudah menaikkan pemasukan negara daripada berlelah-lelah memutar otak memajaki rakyat yang sudah melarat?

Negara ini mempunyai gunung emas yang menjulang. Namun sayangnya, gunung emas ini malah digadaikan dengan dalih investasi. Nyatanya, investasi pemerintah tak menguntungkan. Bukannya rakyat bertambah makmur, malah pengusaha yang semakin subur. Rakyat hanya menjadi ‘atas nama’ saja.

Menurut detik.com (5/8/2021), Indonesia mempunyai enam potensi sumber daya alam. Yakni, sumber kekayaan yang berasal dari hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Semua ini jika dikelola atau mendapat support dari pemerintah, akan dapat membalik keadaan Indonesia. Pemerintah tidak perlu lagi gali lubang tutup lubang, bahkan tak perlu memalak rakyat dengan segala perpajakan.

Sayangnya, daftar kekayaan sumber daya alam Indonesia ternyata dipandang berbeda oleh negara dan pemodal. Negara hanya memandang SDA sebagai alat investasi, bukan sebagai sebuah kesempatan untuk menjadikan kehidupan rakyat sejahtera. Bahkan, kebijakan-kebijakan yang diambil menyiratkan keengganan pemerintah mengelola secara mandiri segala tambang yang dimiliki Indonesia, pun meminimkan dukungan terhadap masyarakat yang berkecimpung dalam dunia pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Sedangkan para kapitalis memandang sumber daya alam Indonesia sebagai sumber kekayaan. Mereka dengan senang hati bekerjasama dengan pemerintah, bahkan keuntungan investor lebih besar dari pada pendapatan negara. Lihatlah Freeport yang bercokol di tanah Papua selama puluhan tahun. Negeri ini hanya mendapat kerusakan lingkungan yang tak akan pulih meski bertahun-tahun. Bahkan, rakyat Papua masih dalam kubangan kemiskinan.

Bertolak Belakang

Kebijakan menambah daftar dan meningkatkan angka pajak ternyata menjadi bom bunuh diri. Meski secara angka penerimaan negara meningkat, namun masalah yang lebih besar justru sedang terjadi di masyarakat. Masyarakat Indonesia yang banyak dihuni oleh warga dengan kemampuan finansial menengah ke bawah, dikhawatirkan terimbas dalam kebijakan kali ini. Apalagi negara dalam kondisi pemulihan ekonomi akibat pandemi.

Hal ini senada dengan ungkapan Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Ia mengungkapkan bahwa kenaikan pajak kali ini mengandung risiko. Masyarakat menengah dan ke bawah akan mendapat dampak langsung kenaikan pajak, hingga menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, dan berimbas pada pemasukan pengusaha kecil dan menengah.

Menurut bbc.com (17/2/2021), warga miskin meroket hingga 2,7 juta jiwa saat pandemi. Pemulihan ekonomi pun diperkirakan memakan waktu yang lama. Apalagi jika negara menambah beban pajak pada rakyat, kepada siapakah mereka bergantung? Meski pemerintah berdalih bansos mampu membantu kemiskinan, namun realitanya tidak semua warga miskin mendapatkan bansos. Parahnya, bansos malah menjadi objek korupsi.

Aroma Kapitalis

Peningkatan dan perluasan objek pajak, juga diloloskannya berbagai sumber daya alam untuk program investasi adalah ciri dari negara pengemban kapitalis. Pajak dalam sistem ekonomi kapitalis mempunyai peran yang besar, yakni sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Maka tak heran, segala barang dan jasa terkena pajak demi mengalirnya dana segar ke dalam tubuh negara.

Pun dengan sumber daya alam yang dijadikan objek investasi. Ekonomi kapitalis tidak mengenal kepemilikan umum. Hal yang mereka pahami hanya modal besar menghasilkan banyak keuntungan. SDA yang harusnya dinikmati oleh seluruh masyarakat, akhirnya menjadi milik swasta, bahkan pribadi dengan kapital besar. Hasilnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin tidak bisa keluar dari kemiskinannya. Berujung pada semakin lebarnya jurang kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Menjadikan kemiskinan dalam negara tersebut terbentuk secara struktural atau sistematis.

Pajak dalam Islam

Berbeda dalam pemerintahan Islam, negara hanya akan mengambil pajak (dharibah) ketika kas negara dalam kondisi kritis secara keuangan. Pemungutan pajak pun hanya kepada orang-orang kaya saja. Negara tidak memajaki barang dan jasa seperti negara kapitalis, namun hanya pungutan harta yang bersifat temporer. Ketika negara sudah stabil secara ekonomi, maka pajak akan dihentikan.

Dalam ekonomi Islam, terdapat mekanisme membagi kekayaan sesuai dengan kepemilikannya. Yakni, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Negara akan membantu mengelola harta kepemilikan umum seperti barang tambang, kemudian hasilnya akan dikembalikan lagi kepada rakyat berupa minyak gratis, listrik gratis, bahan bakar gratis, atau bangunan seperti jalan tol, rumah sakit, dan pendidikan. Rakyat pun tak menjerit gara-gara tarikan pajak yang mencekik. Bahkan, kesejahteraan sangat dekat dengan rakyat negara Islam. Negara yang memakai hukum Islam ini disebut dengan Khilafah.

Demikianlah, kesejahteraan akan sulit, bahkan mustahil diraih jika menggunakan kapitalis sebagai hukum. Sebaliknya, menggunakan hukum Islam dapat memberi jalan kesejahteraan, sesuai dengan perintah Allah dan dipastikan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi. Allah berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96:

“Dan sekiranya penduduk bumi beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”

Allahu a’lam bis-showwab.

Artikulli paraprakMewujudkan Keadilan Bukanlah Hal yang Sukar
Artikulli tjetërUtang Menukik, Pajak Naik, dan Rakyat Kian Tercekik
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini