Sertifikasi Halal Kewajiban Negara, Bukan Ajang Bancakan Mendulang Laba

0
264

Oleh: Ananda Maulida Rizqi

Bestie, tiap hari kita butuh makan ‘kan, ya? Ya, pastinya dong, hehehe. Sebagai umat Islam, kita juga tentunya paham dong kalau makanan yang kita konsumsi setiap harinya haruslah yang halal-halal saja. Namun, ada yang bikin sedih, nih, Bestie. Gimana nggak sedih? Di sekitar kita, masih sering kita temukan pangan yang belum diketahui dengan jelas status kehalalannya.

Bagi konsumen yang paham sih, mereka bakal nggak beli produk itu, ya. Namun, bagi konsumen yang belum paham, mereka bakal fine-fine aja buat beli produk itu. Seperti yang terjadi belakangan ini. Ada salah satu kedai minuman dan ice cream asal China yang banyak dikunjungi masyarakat tak terkecuali umat Islam sendiri loh bestie. Kedai ini sudah menjamur di berbagai penjuru daerah tanah air sejak 2 tahun yang lalu. Setelah ditelisik, nih, ternyata selama membuka usaha, kedai tersebut belum mendapatkan sertifikasi halal sehingga bisa dikatakan produk yang dibuat oleh kedai tersebut berstatus syubhat.

Di sisi lain, berita mengenai kedai minuman tersebut, terdapat berita yang cukup meresahkan masyarakat, khususnya para pelaku usaha makanan, Bestie. Baru-baru ini, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menyatakan bahwa ada tiga kelompok produk yang wajib bersertifikasi halal pada 2024. Produk-produk tersebut adalah makanan dan minuman; bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman; serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Jika sampai 2024 terdapat produk belum bersertifikasi halal, maka Kemenag akan menjatuhkan sanksi kepada para pelaku usaha yang menjual ketiga produk tersebut (cnnindonesia, 08/11/2023).

Sebenarnya ini kebijakan yang melegakan hati, ya, Bestie, karena nantinya kita sudah tidak perlu was-was tentang status kehalalan makanan yang kita konsumsi. Namun, kita juga perlu “melek” dan sadar diri, ya, Bestie bahwa di kehidupan sekarang “tidak ada yang gratis dan selamat dari lahan basah bisnis.” Hanya sekadar buang urine saja kita perlu membayar, apalagi pengurusan hal seperti ini?

Dilansir dari laman kemenag.go.id (16/03/2022), dalam melakukan permohonan sertifikat halal untuk usaha mikro dan kecil dikenai biaya sebesar Rp300.000,00, usaha menengah sebesar Rp5.000.000,00, dan usaha besar/atau berasal dari luar negeri sebesar Rp12.500.000,00. Kemudian, untuk permohonan perpanjangan sertifikat halal untuk usaha mikro dan kecil dikenai biaya sebesar Rp200.000,00, usaha menengah sebesar Rp2.400.000,00, dan usaha besar/atau berasal dari luar negeri sebesar Rp5.000.000,00.

Jika seperti ini, lagi-lagi kita sebagai rakyat tentunya dirugikan ‘kan, bestie? Rakyat dibebani untuk mengurus sertifikat dengan biaya yang tidak murah. Padahal, para pelaku usaha sudah mumet memutarkan uang usaha mereka. Di luar urusan sertifikat halal, rakyat sudah terbebani aneka pungutan-pungutan, seperti pajak, IMB, perizinan, dan lain-lain. Imbasnya, biaya produksi berbiaya tinggi yang kemudian menjadikan harga produk menjadi ikut mahal.

Meskipun Pemerintah saat ini memberikan fasilitas berupa sejuta sertifikat gratis bagi pelaku UMK. Namun, jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah UMKM di Indonesia yang berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM mencapai 65,47 juta. Dengan fasilitas sertifikat gratis hanya sebanyak satu juta, berarti ada 64,47 juta UMKM yang harus membayar untuk mengurus sertifikat halal bukan?

Itu baru dengan asumsi setiap UMKM punya satu produk, ya, Bestie. Bagaimana jika UMKM mempunyai beberapa produk? Coba deh kita bayangkan, betapa banyaknya biaya yang harus mereka keluarkan untuk sekedar melakukan sertifikasi halal. Belum lagi pelaku usaha yang tidak terkategori UMK, juga harus membayar biaya sertifikasi untuk tiap produknya. Sungguh, kebijakan ini sangat memberatkan rakyat.

Terkesan demi “prestasi” di mata dunia, tetapi minim upaya dalam melakukan penjagaan atas produk nonhalal yang beredar di tengah masyarakat. Bukankah penjagaan terhadap makanan nonhalal sudah disyariatkan dalam Islam, ya, Bestie? Sudah semestinya, penguasa dan jajarannya yang notabene beragama Islam harus memahami hal ini, menjauhkan masyarakat dari segala produk yang haram. Namun, publik menyadari, bagaimana mungkin penguasa negeri ini mampu menjaga masyarakat dari banjirnya produk makanan nonhalal? Sebab, sistem negara yang diadopsi masih mencontoh apa yang diemban Barat, bernama kapitalis sekuler. Di dalam sistemnya, diterapkan ekonomi liberal kapitalistik yang juga menimbang berbagai perkara termasuk sertifikasi halal dengan timbangan untung dan rugi, Bestie.

Bukan hanya soal pembayarannya saja, Bestie, tetapi juga soal mekanisme pelaksanaan jaminan sertifikat halal yang terbilang cukup rumit. Seolah-olah produk yang tidak bersertifikat adalah produk haram. Padahal, bisa saja produk tersebut halal, tetapi belum memiliki sertifikat. Contohnya, pedagang makanan keliling, seperti nasi goreng, bakso, cilok, dll. Tentunya akan sulit ‘kan, Bestie, bagi mereka untuk melakukan sertifikasi. Begitu juga dengan warung rumahan/ warteg, seperti penjual nasi pecel, gado-gado, dll.

Ketika terdapat warung pecel di dekat tempat tinggal kita tidak punya sertifikat halal Kemenag, apakah artinya nasi pecel tersebut tidak halal? Tidak begitu, ‘kan, Bestie? Bukan hanya itu, pengujian produk juga akan rumit karena satu produk bisa saja memiliki banyak varian yang mana masing-masing varian harus diuji. Tentunya ini akan menambah benang ruwet dalam perusahaan.

Oleh karenanya, dibutuhkan mekanisme sederhana yang dilakukan oleh negara dalam memastikan semua produk yang beredar adalah yang halal saja. Dalam Islam, terdapat beberapa cara yang dapat mengatasi masalah ini, Bestie. Pertama, negara perlu membangun kesadaran dalam diri setiap individu umat Islam akan pentingnya memproduksi dan mengonsumsi produk halal. Sertifikasi halal tentu tidak akan bermanfaat jika umat Islam sendiri tidak peduli dengan kehalalan produk yang dikonsumsi.

Kedua, dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam melakukan mengawasi kehalalan berbagai produk yang beredar di sekitar mereka. Misalnya dengan mendirikan lembaga pengkajian mutu, membantu pemerintah dan publik mengontrol mutu juga kehalalan berbagai produk. Hasil penelitian mereka bisa direkomendasikan kepada pemerintah untuk dijadikan sebagai acuan kehalalan suatu produk

Dalam sistem Islam, negara juga akan menugaskan para kadi hisbah yang rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kadi memiliki tugas dalam mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase.

Ketiga, negara harus mengambil peran sentral dalam melakukan pengawasan mutu dan kehalalan barang. Negara harus memberikan sanksi kepada kalangan industri yang menggunakan cara dan zat haram serta memproduksi barang haram. Negara juga memberikan sanksi kepada para pedagang yang memperjualbelikan barang haram kepada kaum Muslim.

Kaum Muslim yang mengonsumsi barang haram pun akan dikenai sanksi sesuai nas syariat. Sebaliknya, produk yang haram karena mengandung zat haram akan diberi label haram dan diedarkan khusus pada kalangan nonmuslim. Mekanisme ini akan efektif dalam mengawasi distribusi bahan pangan di pasar, seperti daging, lemak, minyak, dsb.

Wah, MasyaAllah, ya, Bestie. Islam begitu sempurna dalam mengatur urusan manusia. Bukan hanya soal ibadah, tetapi juga dalam muamalah dan problem solver dalam menghadapi semua masalah. Sudah saatnya nih, penguasa negeri ini menengok pada solusi Islam.

Dengan jaminan seperti yang ada pada Islam ini, rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi produk. Mereka tidak perlu repot-repot harus mengecek dulu keberadaan sertifikat halal untuk varian produk yang akan mereka dikonsumsi. Produsennya pun adalah orang-orang yang bertakwa karena mereka sadar betul harus memproduksi produk halal karena merupakan kewajiban dari Rabbnya bukan semata-mata untuk mencari laba.

Dengan mekanisme label haram, bukan label halal, produsen tidak akan terbebani waktu dan biaya dalam mengurus administrasi yang rumit. Produksi berbiaya tinggi akan terhindarkan. Pelaku usaha tenang, rakyat sebagai konsumen juga tidak akan gamang. Ketenangan ini terwujud ketika negara menjalankan tugasnya sebagai raain (pengurus dan pelayan umat).

Negara yang bisa bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan ini hanya negara yang tegak di atas akidah Islam, Bestie. Sedangkan negara di sistem kapitalisme saat ini justru akan abai dan hanya sibuk mendulang cuan dari rakyatnya.

Wallahualam bi shawwab.

Artikulli paraprakWaspada! Toleransi “Segitiga Emas” Kampung Sawah Menyuburkan Sekularisme
Artikulli tjetërGaul Bebas Marak, Bagaimana Nasib Generasi Zaman Now?
Visi : Menjadi media yang berperan utama dalam membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhan mengembalikan kehidupan Islam. Semua isi berupa teks, gambar, dan segala bentuk grafis di situs ini hanya sebagai informasi. Kami berupaya keras menampilkan isi seakurat mungkin, tetapi Linimasanews.com dan semua mitra penyedia isi, termasuk pengelola konsultasi tidak bertanggungjawab atas segala kesalahan dan keterlambatan memperbarui data atau informasi, atau segala kerugian yang timbul karena tindakan berkaitan penggunaan informasi yang disajikan. Linimasanews.com tidak bertanggungjawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis yang dihasilkan dan disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik “publik” seperti Opini, Suara Pembaca, Ipteng, Reportase dan lainnya. Namun demikian, Linimasanews.com berhak mengatur dan menyunting isi dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menjauhi isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras. Segala isi baik berupa teks, gambar, suara dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Linimasanews.com. Semua hasil karya yang dimuat di Linimasa news.com baik berupa teks, gambar serta segala bentuk grafis adalah menjadi hak cipta Linimasanews.com Misi : * Menampilkan dan menyalurkan informasi terbaru, aktual dan faktual yang bersifat edukatif, Inspiratif, inovatif dan memotivasi. * Mewadahi bakat dan/atau minat sahabat lini masa untuk turut berkontribusi membangun kesadaran umat tentang fakta kebutuhannya mengembalikan kehidupan Islam melalui literasi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini