Linimasanews.com, Tajuk Berita- Wacana dai bersertifikat yang digulirkan Menteri Agama Fachrul Razi semenjak akhir 2019 lalu, kini kembali menjadi perbincangan panas. Dai bersertifikat rencananya diterapkan dalam waktu dekat. Melalui program itu, para dai, antara lain diharapkan bersatu padu menyampaikan pesan-pesan yang betul-betul bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kementerian Agama mencita-citakan masjid benar-benar dipakai untuk tujuan mempererat persatuan.
Menurut Menag program dai bersertifikat sebagai pendakwah bertujuan untuk mencegah penyebaran pesan radikalisme.
Terkait dengan wacana sertifikasi dai yang akan dilakukan oleh Kementerian Agama, jelas mendapat tanggapan dan sikap dari tokoh dan ulama. Seperti yang disampaikan Ustadz Tengku Zulkarnain secara tegas dan lantang menolaknya. Lewat kicauannya di akun Twitter @ustadtengkuzul, ia membagikan sebuah gambar berlatar belakang warna ungu bertuliskan “Tolak Sertifikasi Da’i”, Sabtu (05/09/2020).
Sekretaris Jendral MUI, Wasekjen MUI menyatakan secara tegas kami menolak SERTIFIKASI DA’I yg akan dilakukan oleh Kemenag RI,” cuitnya menerangkan gambar yang ia unggah. Pendakwah yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengutarakan dua alasan mengapa sertifikasi dai harus ditolak.
Pertama, Kemenag tidak punya hak atas itu. Kedua, hal itu akan membuat seluruh dai yang jumlahnya puluhan juta orang tidak bisa dakwah karena disweeping di mana-mana,” imbuh Tengku Zul (Suara.com, 5/9/2020).
Hal senada juga melalui laman REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menolak rencana kebijakan pemerintah soal sertifikasi 8.200 penceramah atau dai. Menurutnya, kebijakan itu cenderung mendiskreditkan Islam. Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) berencana mensertifikasi penceramah dari beragam agama sebanyak 8.200 orang. Tujuannya adalah untuk menekan radikalisme di dalam negeri.
Rencananya, Kemenag juga akan melibatkan MUI dalam proses sertifikasinya. Melihat sikap dan cara pandang Menteri Agama yang selalu bicara tentang radikalisme yang ujung-ujungnya mendiskreditkan dan menyudutkan umat Islam, saya secara pribadi menolak dengan tegas rencana ini.
Menurut Anwar, apabila hal ini terus dilaksanakan dengan dukungan para pemangku jabatan di MUI, maka begitu program tersebut diterima oleh MUI, dia mengundurkan diri tanpa kompromi. Jika teman-teman saya menerima ikut terlibat dalam mensertifikasi itu, maka ketika itu juga saya Anwar Abbas tanpa kompromi menyatakan diri mundur sebagai Sekjen MUI. Pernyataan sikapnya ini, lanjutnya, akan disampaikan sebagai pertanggungjawaban pribadinya kepada Allah SWT dan kepada umat Islam di Indonesia untuk diketahui (5/9/2020).
Ya, tentu saja dengan sertifikat buat dai hanya akan memicu kegaduhan dan keresahan di kalangan umat Islam. Adanya penolakan dari sejumlah kalangan cukup beralasan, sejumlah kekhawatiran jika program sertifikasi penceramah diberlakukan memang sangat berbahaya, di mana akan mengotak-kotakan para mubaligh.
Dai atau mubaligh bersertifikat jelas menjadikan seburuk-buruknya dai dan mubaligh yang tidak akan menyampaikan kebenaran dengan leluasa. Terkungkung oleh kebijakan dan takut akan rezim yang berkuasa. Bahkan ulama akan terkekang akan penyampaian yang benar atas kesalahan ataupun kezaliman penguasa.
Padahal dalam hadits yang disampaikan Rasulullah yang menjadi prinsip karakter para dai, yakni “Sampaikanlah yang benar walaupun pahit” dan juga
“Sampaikanlah kebenaran walaupun hanya satu ayat.”
Maka hakikat keberadaan dai adalah sebagai pengingat dari penguasa yang akan selalu mengkritisi dan mengontrol jalannya suatu kekuasaan agar tidak semena-mena kepada rakyatnya dan juga tidak menyimpang dari agama.
Karena Indonesia adalah negara beragama yang mana jelas dalam Pancasila dalam sila pertama bahwa negara Indonesia berasaskan ketuhanan Yang Maha Esa serta dalam pembukaan UUD 45 bahwa negara ini merdeka, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa”.
Islam rahmatan lil alamin adalah segala ajaran Islam dijalankan dengan kaaffah bukan hanya sesuai pesanan penguasa yang saat ini justru berpihak kepada aseng, penista agama dan kriminalisasi ulama, yang demikian itu jelas seburuk-buruknya ulama, dai, dan mubaligh.
Jangan sampai dengan adanya sertifikasi dai hanya akan mengantarkan para dai menjadi ulama suu’ yaitu ulama yang jahat yang menyampaikan dakwah dengan menyembunyikan kebenaran dan menyesatkan umat demi mendukung kekuasaan yang saat ini tidak berpihak kepada Islam.
Maka semua pihak harus menolak rencana sertifikasi dai tersebut. Seharusnya kementerian agama lebih fokus pada masalah bangsa ini, seperti merealisasikan fatwa MUI dengan ketetapan Nomor 7 Tahun 2005 tentang paham sepilis yang jelas sudah diharamkan. Tentu saja paham sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan sosialisme adalah penyakit atau kesesatan atas nama agama yang harus ditinggalkan dan diberantas.
Sepilis ini adalah suatu peluang memberikan legitimasi kepada aliran sesat, para penista serta komunisme atas nama agama. Inilah yang merusak dan menghancurkan negeri ini. Seyogianya persoalan bangsa lebih diprioritaskan untuk dicari solusinya, dari pada mengurus radikalisme yang hanya menyudutkan Islam dan membuat perpecahan di negeri ini [Linimasanews.com|NS].