Oleh: Choirin Fitri
Ragaku tak seperti biasanya. Kepala terasa berat seakan dihantam gada. Rasanya pening luar biasa. Perut pun rasanya tak mau diajak kompromi, seakan ingin memuntahkan segala yang ada.
“Aaah, mungkin masuk angin atau asam lambungku kambuh,” Pikirku.
Minum air panas plus madu, herbal untuk masuk angin. Bahkan, air panas kukompreskan ke badanku serasa tak mempan. Aku mulai menggigil. Hidung gatal tapi sulit bersin. Tenggorokan seperti tercekik. Aku batuk tapi tak ada dahak.
“Apakah aku terserang si virus?” Pikiranku mulai mengarah pada wabah yang belum berakhir.
Tapi, sisi yang lain menyangkal, “Kan, nggak berinteraksi dengan si sakit. Tenang cuma sakit biasa kok!”
Nyatanya dari hari ke hari bukannya membaik, ragaku memberontak. Aku pun limbung dan menyerah untuk dilakukan tes. Positif thinking terus kulakukan. Innalilahi wa inna ilaihi raaji’un. Semua datang dari Allah dan akan kembali pada-Nya. Aku positif. Si virus bersarang dalam tubuhku.
Air mataku meleleh. Badanku terguncang karena suara tangis yang tak mampu kutahan. Aku harus menerima takdir bahwa aku harus diisolasi, jauh dari sanak saudara. Daripada aku menjadi sumber sakit bagi mereka.
Sendiri. Ya, aku merasa sendiri, seakan terbuang dari mereka yang tersayang. Namun, itu hanya pikiran picikku. Orang-orang tersayang tetap membersamaiku dengan caranya. Berbagai obat-obatan dan vitamin peningkat imun dikirimkan. Makanan, camilan, minuman tak berhenti diberikan. Asupan semangat yang kuterima dari ponsel tak pernah berhenti mengalir.
Nyatanya aku tak sendiri. Ada banyak orang di sini yang harus menerima kenyataan bahwa takdir disapa virus harus diterima. Bahkan, mungkin mereka jauh lebih merasakan sakit dibandingkan aku.
Sebuah catatan indah terkirim lewat aplikasi hijauku. Seorang sahabat taat.
[Semoga ujian ini makin meningkatkan kualitas iman dan takwa anti ya dek!]
[Allah ngasih kesempatan untuk anti istirahat dari mengejar dunia. Kini saatnya anti mengejar akhirat yang mungkin selama ini belum maksimal.]
[Yuk, isi saat-saat isolasi dengan makin mendekatkan diri pada Allah ya dek!]
[Perbanyaklah salat, doa, tilawah, baca Qur’an plus terjemah, nambah ilmu Islam!]
[Targetkan khatam plus terjemahan selama isolasi ya dek!]
[Yassarallah… ❤️❤️❤️]
Pesan-pesan indah itu menjadi pelecut semangat untuk sembuh bagiku. Meski rasanya kematian seakan selalu membayangi. Tapi, aku senantiasa enggan putus harapan. Aku meminta pada Allah agar diberikan kesempatan untuk menghapus dosa dan menjaring pahala lebih baik dari yang lalu.
Pagi ini notifikasi di aplikasi hijauku tampak merah. Seseorang yang kutunggu menyapaku.
[Gimana baca Qur’annya? Udah sama terjemahannya?]
Pertanyaan ini membuatku berkaca-kaca. Ada banyak yang kurasakan. Sedih campur seneng ketika bertemu ayat ampunan Allah, Allah mendengar hamba-Nya, dll. Sedih kalau bertemu ayat-ayat ancaman. Merasa sudah jelas ayat-ayat-Nya adalah berisi perintah Allah, tapi nyatanya diri masih sering lalai. Apalagi saat mendapati cerita-cerita umat terdahulu pada masa sebelum Nabi Muhammad yang di azab karena ingkar, rasanya ingin menangis sejadi-jadinya. Khawatir diri ini masuk kategori manusia yang layak di azab.
Astaghfirullah. Hanya pada Allahlah aku memohon ampunan. Karena Dialah Maha Pengampun atas segala dosa hamba-Nya. Rasanya aku harus berterima kasih pada si virus. Berkat, makhluk Allah yang amat imut ini, aku bisa merasakan nikmatnya salat, zikir, ngaji di tempat isolasi ini. Biasanya, nikmat berdekatan dengan-Nya kurasakan biasa saja. Tapi, di sini istimewa.
[Insya Allah setelah Allah cabut si virus, Allah akan jadikan anti lebih baik dek.]
“Aamiin. Kabulkanlah ya Rabb,” balasku dengan air mata yang sulit kutahan.
Aaahh, aku jadi makin cengeng. Merasakan betapa Allah Maha Luar Biasa. Bahkan, ia hadiahkan 2 ayat cinta-Nya yang tak sanggup aku bantah saat aku bertilawah surat An-Nahl ayat 98-99:
فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
98. Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.
اِنَّهٗ لَيْسَ لَهٗ سُلْطٰنٌ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
99. Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.
“Ya Rabb, jadikanlah aku orang yang beriman, berserah diri, bertawakal hanya pada-Mu!”
Batu, 14 Juli 2021