Oleh: Nia amalia, S.P.
Linimasanews.com—Luka mendalam dialami negeri ini. Pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya telah mengakibatkan ratusan Aremania meninggal dunia dan lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa bermula dari kekalahan Aremania. Sebagian pendukungnya kemudian turun ke lapangan. Pada saat itu petugas mulai melakukan tindakan dengan penembakan gas air mata, baik di dalam maupun di luar stadion. Hal ini menyebabkan para suporter itu jatuh dan sesak nafas. Diperkirakan lebih dari 127 orang meninggal dunia dan 180 orang mengalami luka-luka.
Alasan polisi menembakkan gas air mata karena suporter turun ke lapangan dan mencari pemain dan official. Meskipun, sebenarnya penembakan gas air mata dilarang oleh FIFA. Maka, hal itu menjadi sorotan netizen yang menilai polisi terburu-buru melakukan penembakan gas air mata.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menilai, banyaknya korban meninggal dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa timur, itu pintu keluar terkunci dan tangga terlalu tajam. Jokowi menyampaikan penilaiannya ketika mengunjungi dan melihat langsung kondisi Stadion Kanjuruhan pada Rabu (5/10).
Namun, sehari sebelumnya, Juru Bicara Kepolisian Dedi Prasetyo mengatakan bahwa enam pintu stadion tempat korban banyak berjatuhan tidak terkunci, namun tidak cukup lebar bagi banyak orang untuk keluar secara bersamaan.
Kerusuhan yang terjadi pascapertandingan sepak bola ini memang sebuah kejadian yang berulang. Tak sedikit diakibatkan karena adanya fanatisme golongan dan tindakan represif dari petugas.
Sangat disayangkan memang bila aparat menggunakan gas air mata sehingga menimbulkan kepanikan masyarakat. Terlebih lagi, aparat sejatinya mengayomi masyarakat. Tindakan yang dilakukan haruslah mempertimbangkan keselamatan masyarakat.
Namun, inilah demokrasi. Dalam sistem ini pada akhirnya rakyatlah yang dikorbankan. Demokrasi akan melahirkan rezim yang represif. Ciri rezim represif tidak akan bisa menerima kritik dari rakyat. Pemilik modal akan selalu mendapatkan karpet merah untuk melanggengkan bisnisnya.
Demokrasi berbeda dengan sistem Islam. Tindakan aparat yang represif merupakan sebuah tindakan yang berada di luar tuntunan syariat Islam.
Selain itu, syariat Islam yang sempurna telah mengatur sedemikian rupa setiap aspek kehidupan. Islam memandang, pertandingan sepakbola harus dianggap sebagai permainan biasa, bukan ajang untuk mengadu domba antara satu pihak dengan pihak lainnya. Umat Islam itu harus menjadi satu bagian, sehingga tidak ada celah untuk memisahkan antara satu dengan lainnya.
Kegiatan olahraga sudah digemari sejak awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Para dokter Muslim, seperti Ibnu Sina dan al-Razi pun menyatakan pentingnya olahraga. Harun al-Rasyid termasuk khalifah pertama Dinasti Abbasiyah yang mengenalkan catur. Khalifah al-Jahiz dikenal mahir memanah, berkuda, bermain bola, dan catur. Dia kerap berolahraga dengan rekan-rekannya. Olahraga sejenis tenis pun sudah dimainkan umat Islam berabad-abad silam. Sejumlah catatan menyatakan ada permainan bola dengan memakai kayu besar (thabthab) (Republika.co.id).
Jadi, sebenarnya olahraga dalam pandangan Islam itu hukumnya mubah. Namun, olahraga itu tidak digunakan untuk ajang melawan tanding yang tidak ada manfaatnya sama sekali, apalagi untuk memicu keberadaan fanatisme golongan.
Olahraga juga digunakan untuk melatih para pemuda dalam persiapan perang. Tentunya, perang melawan musuh. Bukan perang melawan sesama umat Islam. Memanah berenang berkuda sering kali dilakukan karena untuk persiapan perang dan benar-benar terasa manfaatnya oleh umat Islam.
Dalam Islam, tidak pernah ada suasana olahraga yang memicu timbulnya kemarahan antarsesama umat Islam. Olahraga hanya sebagai wasilah untuk menyehatkan badan dan tentu saja untuk persiapan perang melawan musuh yaitu orang-orang kafir harby.
Peristiwa Kanjuruhan merupakan peristiwa yang memilukan yang diakibatkan karena sistem kapitalisme. Anehnya, hal itu terus dibiarkan oleh kapitalisme sehingga menjadi sebuah masalah yang tidak pernah ada solusinya.
Sudah saatnya umat melakukan pencerahan pemikiran dengan syariat Islam yang kaffah (menyeluruh), tidak membiarkan ide kapitalisme, nasionalisme dan sukuisme bercokol dalam benak umat Islam. Sudah saatnya kita kembali kepada syariat Islam yang kaffah yang telah mengatur semuanya dengan sempurna, yaitu kembali kepada sistem Daulah Khilafah Islamiyah ‘alaminhanji annubuwwah.