Oleh: Ulfah Sari Sakti
Dalam Islam disebutkan bahwa kewajiban istri yaitu menjadi ummun warabbatul bait. Ummu (menjadi ibu) dan warabbatul bait (mengurus rumah tangga). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
”Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya” (HR Muslim).
Bagi sebagian orang, menjadi ibu adalah sesuatu hal yang merepotkan karena harus mengurus suami, anak, dan pekerjaan rumah tangga, lebih baik menjadi “wanita karier”.
Dengan menjadi wanita karier, mereka menganggap kedudukan mereka telah setara dengan kaum laki-laki, plus mereka dapat membantu ekonomi rumah tangga. Mereka tidak sadar bahwa bekerja di luar rumah hanya materi yang diperoleh, sedangkan bekerja di dalam rumah, selain mendapatkan pahala, ibu pun dapat menjadi pencetak generasi tangguh pemimpin peradaban.
Ingatlah nasihat Rasulllah Saw. kepada putrinya Fathimah Az Zahra,”Wahai Fathimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan setiap biji gandum, melebur kejelekan, dan meningkatkan derajat wanita itu.
Wahai Fathimah, tiadalah seorang wanita yang meminyaki rambut kepala anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencucikan pakaiannya, melainkan Allah pasti menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberikan pakaian seribu orang yang telanjang”.
Menjadi ibu di masa sekarang tentunya memiliki banyak tantangan, sehingga seorang ibu harus berkualitas dari sisi keilmuan duniawi dan akhirat. Tidak heran jika ada ungkapan bahwa “wanita adalah tiang negara. Jika wanitanya hancur, maka hancur pula negara itu.”
Al-Ustadz Sa’ad Karim dalam bukunya Nasha-ih lil Aabaa’ Qabla Uquuqil Ana mengatakan bahwa seorang ibu memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. Jika ia memainkan peran tersebut dengan baik, kelak ia akan memetik buah manisnya dari sang anak berupa ketaatan, birrul waalidain, dan kesuksesan. Namun, jika ia menyia-nyiakan perannya, kelak ia hanya menuai kedurhakaan dan sikap kurang ajar.
Peran paling mendasar yang dapat dimainkan seorang ibu, di antaranya menanamkan norma-norma luhur dan budi pekerti dalam dirinya terlebih dahulu, sebelum menularkan kepada keluarganya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“…Maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS An-Nisa: 34).
Sungguh betapa penting keshalihan seorang ibu dalam menciptakan generasi tangguh tersebut. Allah SWT. berfirman:
“Tanah yang baik itu, tanamannya akan tumbuh subur dengan seizin Allah, sedang tanah yang tandus, maka tanamannya akan tumbuh merana.” (QS Al-A’raaf: 58)
Perlu diingat, mendidik anak harus dilakukan mulai dari buaian. Sehingga, ada ungkapan yang cukup mashyur “uthlubul’ilma minal mahdi ilallakhdi” artinya “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat.” Karena itu, bagi seorang ibu, semenjak si kecil menjadi anggota keluarga, maka sejak itulah pendidikan dimulai.
Dengan orang-orang terdekat sebagai pemberi rangsangan baik. Kemudian dilanjutkan dengan penanaman pondasi akidah Islam dan pengenalan terhadap alam sekitar. Seorang ibu shalihah akan mendidik anaknya menjadi pribadi yang bersyaksiyah Islamiyah.
Begitu pula mengajarkan kepada anaknya ketika baligh tentang kewajiban-kewajibannya. Sekaligus mengajarkan kebiasaan mulia kaum Muslim, yaitu mencintai Al-Qur’an, patuh kepada orang tua, dan hormat kepada orang yang lebih tua, serta sopan santun kepada sesama.
Selain itu, sebagaimana kaum Muslim lainnya, seorang ibu juga wajib menuntut ilmu, sehingga dapat berperan di ruang publik. Dengan syarat tidak menggangu tugas utamanya sebagai ummu warabbatul bait.
Tidak kalah pentingnya seorang ibu wajib beramar makruf nahi munkar dengan berdakwah, sehingga tercipta lingkungan yang mendukung pola asuh dan didiknya yang telah diterapkan di dalam rumah. Serangkaian tugas ibu tersebut tentunya tidaklah mudah, itulah mengapa ibu diberi predikat sebagai sosok yang mulia.
Dari Abu Hurairah ra berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan bertanya,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Beliau menjawab, ”Ibumu.” Tanyanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Tanyanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab Ibumu”. Kemudian tanyanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Bapakmu.” (Muttafaq Alaih)
Selain mengurus buah hati, seorang istri juga harus mengurus rumah tangganya sebagai wujud ketaatan terhadap suami.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang (paling berguna) ditimbun oleh seseorang, wanita shalihah apabila ia (suami) memandangnya, ia (isteri) menjadikannya senang. Apabila memerintahkannya, ia pun mentaatinya. Dan apabila ia tidak ada, maka ia (isteri) menjaganya.” (HR Abu Daud)
Dengan taat terhadap suami, maka akan memuluskan jalan istri menuju surga.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban)
Untuk itu berbanggalah menjadi ummun warabbatul bait. Karena di balik tugas dan tanggung jawab yang berat itu, terdapat balasan surga dan lahirnya pemimpin peradaban.
Wallahu a’lam bishowab.