Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)
Linimasanews.com- Sejak awal kehadirannya, virus corona seperti enggan pergi dari muka bumi dan masih aktif menginfeksi siapa saja yang lengah. Rakyat biasa ataupun pejabat, yang tinggal di pinggir sawah ataupun di gedung mewah tak luput dari incaran virus corona. Stay at home yang pernah diberlakukan sudah benar-benar ditinggalkan. Protokol kesehatan tak lagi diindahkan.
Kasus positif yang terus melonjak naik tak membuat masyarakat panik. Pasalnya mereka harus tetap beraktivitas di luar rumah demi memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Sementara saat mereka keluar rumah, protokol kesehatan tak dijalankan.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com bahwa kasus virus corona di Indonesia masih terus menunjukkan peningkatan signifikan dari hari ke hari. Perkembangan terbaru yang menjadi perhatian adalah banyaknya kasus yang muncul dari klaster keluarga (8/9/2020).
Padahal keluarga merupakan institusi terkecil tempat berkumpulnya romantisme kisah suka dan duka. Jika salah satu anggota keluarga positif, maka ancaman kematian bagi anggota keluarga yang lain begitu dekat.
Sejauh ini, sejak awal pandemi mereka tidak bisa berdiam diri di rumah dengan tenang. Selain minimnya sosialisasi dan edukasi, pemenuhan kebutuhan pokok juga dibebankan pada masing-masing keluarga.
Bantuan sosial yang tidak merata dan memang tak menyentuh semua lapisan masyarakat menengah ke bawah, membuat tiap-tiap individu berjibaku di luar rumah untuk sesuap nasi. Bahkan, mereka beraktivitas tanpa memperhatikan protokol kesehatan.
Hal yang lumrah terjadi dalam sistem yang ada saat ini. Dimana negara tak boleh menanggung beban tiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Negara akan tega dengan kondisi mencekik. Mereka dibiarkan dalam dua kondisi sulit, memenuhi kebutuhan pokok yang semakin susah dan intaian virus corona yang sewaktu-waktu bisa menyerangnya.
Sistem kapitalisme berpatokan pada keuntungan. Hubungan negara dan rakyat layaknya seperti penjual dan pembeli. Sehingga keluarga siapa saja yang menderita bukan persoalan besar di tengah pandemi ini, sekali pun mereka positif covid-19.
Kebijakan-kebijakan yang dijalankan juga kerap berubah tanpa indikator keberhasilan kebijakan sebelumnya. Stay at home, PSBB, hingga new normal menandakan aroma ketidakseriusan dalam memutus rantai penyebaran covid-19.
Tak heran jika kemudian bermunculan klaster keluarga. Mengingat ritme mereka beraktivitas di luar rumah cukup intens. Ditambah mereka tak memperhatikan protokol kesehatan saat di luar rumah.
Berbeda jauh dengan Islam. Islam mewajibkan kholifah hadir sebagai perisai, pemelihara urusan ummat dan pelayannya. Kholifah wajib memenuhi kebutuhan pokok tiap-tiap individu masyarakat, terlebih saat pandemi melanda. Sehingga kepala keluarga tak perlu banyak beraktivitas di luar rumah.
Selain itu, segala sarana prasarana yang dibutuhkan dinas kesehatan akan dipenuhi dengan segera. Tim medis, Alkes, APD, obat-obatan, tim ahli laborat dan pembiayaannya akan ditanggung negara. Kebutuhan keluarga tim medis juga akan ditanggung negara.
Sementara karantina wilayah akan menjadi pilihan utama. Sebagaimana masyhurnya hadits Baginda Nabi SAW bahwa orang yang berada di dalam wilayah terdampak wabah tak boleh keluara, sebaliknya orang dari luar wilayah terdampak wabah tak boleh masuk. Maka rantai penyebaran wabah terputus hanya di wilayah tersebut, tak akan sampai tersebar ke seluruh penjuru negeri.
Klaster-klaster baru tak akan bermunculan, termasuk klaster keluarga tak akan sampai muncul ke permukaan. Kehadiran khilafah akan totalitas menangani kasus wabah agar institusi terkecil masyarakat, yakni keluarga terselamatkan.
Wallahu a’lam bish showab